Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

Tradisi "Kaos Nono"

 

(Tradisi Kaos Nono "Pelepasan Marga)

Setiap suku bangsa  mempunyai warisan budaya yang unik dan kaya. Suku Dawan sebagai etnis terbesar yang mendiami pulau Timor bagian barat pun mempunyai khazanah budaya yang unik dan patut di telaah. Salah satu kebudayaan yang dimiliki orang Timor Dawan adalah tentang tradisi perkawinan. Ada banyak tahap yang mesti dilalui sebelum kedua mempelai tinggal bersama di rumah mereka sendiri.

Salah satu tradisi budaya perkawinan yang sempat menjadi sorotan publik adalah tentang "hel Keta". Dan pada kesempatan ini penulis tidak membahas tentang hel keta itu. Dari sekian banyak tahapan itu salah satu yang menarik adalah tradisi "kaos Nono".


Tradisi ini dilakukan hanya untuk mempelai wanita yang akan segera menjadi anggota keluarga dari mempelai pria. Artinya adalah mempelai wanita akan menjadi Puteri baru dalam keluarga mempelai pria atau dalam bahasa Dawan "Feot Feu" yang jika diterjemahkan kembali ke dalam Bahasa Indonesia adalah "anak mantu".

Tradisi "kaos nono" secara singkat artinya adalah keluarga mempelai wanita menanggalkan adat, marga, pemali yang dimiliki oleh keluarga mempelai wanita dan mempelai wanita mengenakan marga dan adat dari mempelai pria. Ini berlaku untuk sistem perkawinan menurut garis keturunan bapa atau patrilineal.

Tradisi ini dilakukan setelah semua urusan agama dan adat yang lain selesai dilaksanakan. Dalam arti yang lebih lugas, kaos nono berarti keluarga mempelai wanita menyerahkan anak perempuan mereka menjadi bagian dari keluarga besar mempelai pria.


Namun ini tidak berarti bahwa relasi kekeluargaan kedua mempelai terputus dengan orang tua mempelai wanita. Penanggalan nama suku tidak dalam arti tegas tetapi sebagai bentuk penghargaan kepada keluarga mempelai pria sebab secara adat keluarga mempelai wanita sudah mendapatkan penghormatan kepada keluarga mempelai wanita dengan tanda mata yakni "mahar atau belis".

Relasi kekerabatan akan tetap terjaga dan keluarga kedua mempelai masih membangun komunikasi untuk saling bahu membahu dalam menghadapi masalah dalam keluarga seperti pernikahan, kematian dan kegiatan lainnya yang turut melibatkan segenap anggota keluarga kedua mempelai.

Singkatnya adalah tradisi Kaos nono menjadi ungkapan penyerahan salah satu anggota keluarga kepada keluarga yang baru yakin keluarga mempelai pria yang akan mereka jalani seumur hidup sebagai rumah tangga yang baru. Namun, tetap membangun komunikasi dengan keluarga biologis ketika menghadapi masalah dalam keluarga.


Post a Comment

0 Comments