Sejarah Singkat Delegasi Independen Indonesia-Timor
Leste
Salam dan hormat. Delegasi Independen
Indonesia- Timor Leste sedang dalam proses berakar, bertumbuh untuk berbuah
guna menjadikan para anggotanya menjadi matang sembari menunggu kabar kenaikan
status menjadi provinsi. Delegasi ini telah berusia 30 tahun berakar di bumi
Nusantara dan Loro Sae yang telah memasuki periferi-periferi belantara umat
yang begitu heterogen. Sejak tahun 1999, Delegasi Independen mencakup dua
Negara yakni Indonesia dan Timor Leste yang merupakan jejak pertama Para
Misionaris Claretian di Indonesia.
Misionaris Claretian menambatkan hatinya
di Indonesia pertama kali pada tahun 1989, saat itu Provinsi Filipina bertemu
Uskup Dili Mgr Carlos Filipe Ximenez Belo, SDB dan membangun suatu kesepakatan
agar para Misionaris Claretian boleh masuk dan bermisi di Ibu Pertiwi. Singkat
cerita, Pater Jenderal P. Aquilino Bocos, CMF menawarkan misi Claretian di
Indonesia kepada beberapa Negara, maka ada tanggapan yang menggembirakan dari
Misionaris Claretian Provinsi Bangalore India.
Sebagai tindak lanjut atas kesiapsediaan
Provinsi Bangalore dan Filipina, maka Pemimpin Umum bersama Dewannya mulai
mengutus tiga Misionaris Claretian pertama ke Indonesia. Mereka adalah P.
Emanuel Bon Sunaz, CMF, P. Orlando Cantilon, CMF (Keduanya berasal dari
Provinsi Filipina) dan P. James Nadakal, CMF (Provinsi Bangalore, India).
Ketiga Misionaris Claretian muda ini, tiba di Keuskupan Dili pada 3 Januari
1990. Mereka pun bertemu Mgr. Carlos Filipe Ximenz Belo, SDB untuk membicarakan
hal-hal penting sehubungan dengan karya Misi di Indonesia khususnya Keuskupan
Dili.
Setelah satu minggu di Keuskupan Dili,
Uskup Belo menyarankan mereka untuk belajar Bahasa Indonesia di Jogjakarta.
Berkat bantuan P. Carbonell, SDB pada tanggal 10 Januari 1990 ketiga misionaris
Claretian berangkat ke Jogjakarta untuk mengikuti kursus Bahasa Indonesia.
Selama kursus, mereka bertiga di Skolastikat OMI. Setelah mengikuti kursus
intensif selama tiga bulan, maka pada 1 April 1990 mereka kembali ke Dili.
Setibanya di Dili, mereka mendapatkan
arahan dari Uskup Belo, SDB untuk mengutus mereka ke Paroki Suai. Pada tanggal
5 April 1990 ketiga Misionaris Claretian berangkat ke Kota Suai, Ibu Kota
Kabupaten Kovalima. Di sana mereka disambut oleh Romo Fransico Tavarez, Pastor
Paroki Suai. Mereka kemudian menempati sebuah rumah sederhana milik Paroki
selama satu bulan sebelum mereka berangkat ke Fohoren.
Pada tanggal 6 Mei 1990, Para Misionaris
Claretian diminta untuk menangani Stasi Fohoren. Setelah mempersiapakan semua
hal, P. Emanuel Bon Sunaz, CMF, P. Orlando Cantilon, CMF dan P. James Nadakal, CMF berangkat ke Stasi
Fohoren. Setelah empat bulan melayani Stasi Fohoren, pada tanggal 4 September 1990, P. Emanuel Bon Sunaz, CMF dipanggil ke Dili
oleh Mgr. Belo, SDB untuk membahas status Stasi Fohoren agar dinaikan menjadi
Quasi Paroki. Maka pada 19 September 1990, Bapa Uskup bersama Kobelor Keuskupan
Dili membahas pemekaran Paroki Suai. Tepat pada tanggal 25 Desember 1990,
status Stasi Fohoren dinaikan menjadi Quasi Paroki dan P. Orlando Cantilon,
CMF diangkat menjadi Pastor Quasi
Paroki pertama.
Selanjutnya, pada bulan Februari 1991,
Pater Jenderal mengutus P. Louis Caumpayan, CMF ke Indonesia dan memperkenalkan
diri kepada Uskup Belo, SDB setelah itu ia melanjutkan perjalanan ke Fohoren.
Pada tahun 1992, Pater Jenderal juga mengutus dua orang Misionaris Claretian ke
Indonesia yakni Pater Peter Punthenkandam, CMF dan P. Eduwardo Monge, CMF asal
Spanyol dan tiba pada awal Maret 1992.
Selanjuntnya Pater Jenderal mengutus P.
Julian Matheus, CMF dan P. Jose Miguel Celma, CMF yang datang berama P Aquilino
Bocos CMF pada 20 Oktober 1992 untuk meresmikan gedung Paroki Fohoren dan
Pastoran Claretian pada 24 Oktober 1992.
Pada Bulan Juli 1991, Misonaris Claretian
(P. Orlando Cantilo, CMF dan P. Julian Matheus, CMF) membuka sayap ke Timor
Barat dengan mengutus para calon untuk studi di Fakultas Filsafat Unwira
Kupang. Para Misionaris Claretian bersama calon yang berjumlah 18 orang
menginap di Keuskupan selanjutnya ke Seminari Tinggi Santo Mikhael untuk dua
angkatan. Lantas P. Jose Miguel Celma di utus ke Kupang untuk menjadi staf
Pembina di Kupang dan sebelumya ke Jogjakarta untuk kursus Bahasa Indonesia.
Mulai bulan Februari 1992 gedung Seminari
Tinggi mulai dibangun dan tepat pada 24 Oktober 1993 gedung Seminari Tinggi
Claretian diresmikan oleh Aquilino Bocos, CMF selaku Pater Jenderal dan
diberkati oleh YM Uskup Agung Kupang Mgr. Gregorius Monteiro, SVD. Para Frater
yang sebelumnya tinggal di Seminari Tinggi Santo Mikhael kemudian pindah ke
Seminari Tinggi Claret pada 20 September 1993. Selanjutnya nama Seminari Tinggi
Claretian diganti menjadi Pra Novisiat Claret sebab sudah dibuka rumah formasi
yang baru untuk para Frater Filosofan dan Teologan bernama Seminari Hari Maria di Lasiana, Kecamatan Kelapa
Lima, Kota Kupang Paroki St. Yoseph Pekerja Penfui pada tahun 2004.
Buku Sumber: Claretian Indonesia- Timor Leste (P. Hiasintus Ikun, CMF)
0 Comments