Kristen Arab |
Latar
Belakang
Kata “Arab” dalam
Perjanjian Baru disebutkan dua kali. Pertama dalam Kisah Para Rasul 2:11. Ketika semua
orang berkumpul di Yerusalem untuk merayakan hari Pentakosta Yahudi hadir juga
beberapa orang Arab “dan orang Arab, kita
mendengar mereka berkata-kata dalam Bahasa kita”. Lalu yang kedua dalam
Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Galatia tentang perjalanannya ke Tanah Arab
setelah ditangkap Tuhan dalam misi penganiayaan Pengikut Tuhan di Damaskus. “Tetapi Aku berangkat ke tanah Arab”
(Gal.1:17).
Ada banyak misteri tentang Arab
baik yang tertulis dalam Kisah Para Rasul maupun dalam Surat Galatia. Namun ada
beberapa asumsi yang bisa menjadi rujukan mengapa Arab begitu penting dalam
sejarah perjalanan Kristen. Dalam peristiwa Pentakosta ada orang Arab menjadi
saksi bagaimana mereka mendengar para murid bisa berbicara dalam Bahasa Arab
meskipun mereka adalah orang Galilea “Bukankah mereka semua yang berkata-kata
itu orang Galilea?” (Kis. 2:7). Orang Galilea pada zaman Yesus berbicara dalam
Bahasa Aram sehingga saat Petrus menyangkal Yesus tiga kali orang itu
mengatakan bahwa dari logat (Bahasa) bisa ketahuan “Pasti engkau juga salah seorang dari mereka itu nyata dari bahasamu”
(Mat. 26:73). Orang yang menegur Petrus adalah hamba yang berbicara Bahasa Ibrani
sehingga ia mampu membedakan logat Aram di Israel Utara dan Logat Ibrani di Israel
Selatan.
Semenanjung Arab pada zaman
Gereja perdana merupakan wilayah luar yang tidak termasuk bagian dari wilayah
kekaisaran Romawi. Dan orang Arab yang berada di Yerusalem adalah penganut
Agama Yahudi tetapi bukan Suku Yahudi “Baik
orang Yahudi maupun Penganut Agama Yahudi” (Kis.2:11). Jadi Orang Arab yang
sedang berada di Yerusalem adalah Penganut Agama Yahudi. Kisah tentang
terseraknya orang Yahudi hingga ke tanah Arab bisa dilacak dari proses
Helenisasi Yahudi sehingga bangkit pemberontakan namun sebagian pemberontak melarikan
diri dari wilayah yang tidak dikuasai Alexander Agung (332-323 SM) seperti
semenanjung Arab yang kering dan bergurun.
Menyebarnya bangsa Yahudi hingga ke Arab bisa
dilacak saat Jendral Titus menghancurkan Bait Allah dan orang Yahudi meninggalkan
tanah air mereka pada tahun 70 masehi lalu dari diaspora orang Yahudi mencoba
memberontak melawan Tentara Romawi yang kemudian dikenal dengan Perang Bar Kokhba dari tahun 132-135 M. Sisa-sisa pemberontak
melarikan diri ke Laut Mati dan sebagian menuju ke Semenanjung Arab. Dari sanalah,
komunitas orang Yahudi baik yang beragama Yahudi maupun beragama Kristen
membentuk komunitas di luar wilayah Romawi. Orang Yahudi menetap di
Madinah dan Orang Kristiani menetap di Najran kota di bagian selatan Jazirah Arab, dekat Yaman.
Perdebatan Kristologis di Luar
Kekaisaran Romawi
Persengketaan
mengenai hakikat Yesus Kristus rupanya menjadi satu persoalan serius gereja
pada abad pertama hingga abad IV. Ada begitu banyak pemikir-pemikir Kristen
awal berusaha untuk menjelaskan kedudukan Yesus Kristus dalam jantung iman
Kristiani. Pertanyaan mengenai apakah Yesus Kristus ini hanya utusan Allah atau
nabi atau mesias sangat mempengaruhi kehidupan iman pada zaman itu sehingga
terdapat beberapa bapa Gereja yang dianggap sesat setelah sengketa Kristologis
diselesaikan di meja Konsili.
Arius
seorang imam dari Mesir (250-336) mengajarkan Kristologi yang berbeda mengenai
keilahian Kristus. Ia percaya bahwa Kristus adalah anak Allah namun tidak
seilahi dengan Bapa dan Roh Kudus. Yesus hanyalah manusia istimewa tetapi
bukan Allah sebagaimana yang diimani saat ini. Melihat ajaran Arius semakin
meluas, maka pada tahun 325 Kaisar Konstantinus Agung mengundang semua Uskup
untuk menyelesaikan sengketa Kristologi ini dalam Konsili Nicea I dan hasilnya
adalah bahwa Yesus Kristus sungguh Allah dan sungguh manusia sehingga Konsili
menyatakan bahwa Arius sesat dan ajarannya harus dihapus.
Meskipun
Ajaran Arius telah dikutuk sebagai ajaran sesat namun ajaran ini tetap
terpelihara di luar wilayah yang tidak dikuasai Romawi dalam versi yang berbeda.
Ajaran Arius masih terjaga di semenanjung Arab di kalangan orang-orang
Yahudi Kristen yang masih memegang teguh Taurat Musa meskipun mereka percaya
bahwa Yesus adalah Mesias. Kendati begitu tidak ada di benak mereka pemikiran tentang
hakekat keilahian Yesus. Oleh sebab itu pada abad ke VI hingga abad VII, terjadilah perdebatan di Jazirah Arab tentang siapa itu Yesus.
Perdebatan Kristologis di Jazirah Arab di luar hasil konsili yang dipimpin oleh para kaisar karena orang Arab zaman itu tidak berada di bawah kekuasaan Romawi. Selain ajaran Arius, ajaran Nestorius juga sudah ada di Arab sehingga ketika Kaisar Teodosius II mengundang Konsili di Efesus, dan menyatakan ajaran Nestorius sesat akan tetapi ajaran itu terus terjaga di luar Kekaisaran Romawi. Sehingga ketika penganut Arius dan Nestorius bertemu di Arab terjadilah perdebatan tentang pribadi Kristus di Semenanjung Arab berujung pada pecahnya sekte-sekte Kristen.
Bidat-Bidat Kristen Di Jazirah Arab
Berikut ini adalah sekte-sekte Bidat Kristen yang berkembang di Jazirah Arab yang dinyatakan sesat oleh Gereja Katolik;
Pertama, yakni Sekte Yakubiyah. Sekte ini mengikuti ajaran seorang seorang
imam bernama Yakub yang mengatakan bahwa Yesus Putera Maria adalah Tuhan yang
turun ke bumi tetapi kemudian naik lagi ke langit dan pada akhir zaman Ia akan
kembali lagi. Sekte Yakubiyah adalah penganut monofistisme yang mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan hanya mempunyai satu kodrat yakni kodrat ilahi saja. Dengan demikian ajaran ini menyangkal kemanusiaan Yesus. Sekte ini masih eksis dan sekarang bagian
dari Kristen Ortodoks Oriental yakni Gereja Koptik yang berpusat di Alexandria yang juga menerima hasil Konsili Nicea dan
mengakui keilahian Kristus. Sekte ini dikutuk dan dinyatakan sesat dalam
Konsili Kalsedon tahun 451.
Kedua, sekte Nasturiah atau Nestorian yaitu sekte yang mengikuti ajaran seorang
Uskup Konstantinopel bernama Nestorius yang tidak mengakui Bunda Maria sebagai
Bunda Allah dan bahwa yang dikandung oleh Bunda Maria hanyalah kemanusiaan saja
maka Bunda Maria layak disebut Bunda Allah (Teotokos) tetapi cukup disebut Bunda Kristus (Kristotokos). Sekte ini tetap
percaya bahwa Yesus Kristus adalah pribadi kedua dari Allah Tritunggal: Bapak
dan Putera dan Ruhul Kudus. Sekte ini dinyatakan sesat dalam Konsili
Efesus tahun 431.
Ketiga, sekte Maryamiyaa atau Koliridianisme yang
mengatakan bahwa Bunda Maria adalah pribadi ketiga dari Allah Tritunggal
sehingga tanda salib Sekte ini menjadi “Dalam Nama Bapa dan Putera dan Ibu”. Sekte
ini mengajarkan bahwa Yesus adalah hasil perkawinan Allah Bapa dan Bunda Maria
sehingga ketiganya layak disembah sebagai Allah. Sekte ini menganut Triteisme
dan bukan Tritunggal sebagaimana yang diyakini oleh Gereja pada umumnya. Sekte
ini mengganti Roh Kudus dengan Bunda Maria. Ajaran sesat ini berkembang di Arab
dari tahun 350-450. Namun ajaran ini
telah dinyatakan sesat oleh Bapa Gereja Epifanius yang juga adalah Uskup Salamis, Siprus.
Keempat, sekte Ismailiyah atau Malakania yang berkembang di
semenanjung Arab pada zaman St. Yohanes Damaskus pada abad keenam dan ketujuh. Sekte
ini percaya bahwa semua yang diajarkan oleh Yesus Kristus itu adalah benar dan
lurus. Sekte ini mengajarkan bahwa Yesus Kristus hanyalah nabi, hamba dan rasul
Allah. Bahwa Allah mengasihi Yesus Kristus sehingga ia terbebas dari hukuman
gantung di salib. Sekte ini tidak percaya bahwa Yesus disalibkan. Sekte ini
merupakan varian baru dari Arianisme tetapi bedanya Arianisme mengakui bahwa
Yesus adalah Putera Allah sedangkan sekte ini menolak Allah mempunyai anak.
Dalam bukunya De Haeresibus (Melawan Ajaran Sesat) St. Yohanes Damaskus mengkritik
dan menyerang sekte ini secara keras karena menolak seluruh kebenaran Kitab
Suci dan ia menilai sekte ini sebagai Antikristus. St. Yohanes Damaskus menganggap sekte ini bukan sesuatu yang
berpisah dengan Kristen dan menganggapnya bagian sekte bidaah Kristen yang
berkembang di Jazirah Arab. Sekte ini tidak sempat dihentikan karena melebur ke
dalam salah satu agama yang kini eksis Timur Tengah sejak abad ketujuh.
1 Comments
Bagus tulisannya Fr sangat mudah dipahami❤️🥰
ReplyDelete