id.wikipedia.org |
Sebelum kedatangan
Bangsa Eropa, wilayah Timor merupakan bagian dari kekuasaan Kerajaan Majapahit. Setiap tahun raja-raja Timor mengantar upeti ke pusat Kerajaan di Jawa Timur. Upeti yang dibawa dari Timor adalah
cendana dan lilin. Nama Timor merujuk pada posisinya di ujung timur, yang merupakan serapan dari Bahasa Melayu "Timur", sebab ia berada paling timur dari gugusan kepulauan Sunda Kecil.
Pada tahun 1515, orang
Portugis berlabuh pertama kali di Timor tepatnya di Lifao. Kerajaan Ambeno menyambut baik kedatangan mereka. Portugis mengambil hati rakyat dan membangun
mitra perdagangan bersama orang-orang lokal yang kaya akan cendana dan lilin. Portugis
meluaskan kekuasaannya hingga Kopnam Oelam (Kupang).
Kekuasaan Portugis tidak berlangsung lama. Pada tahun 1646, benteng Solor dikusai VOC dan pada tahun 1648, Raja Kupang (Usi Nisnoni) menyambut kedatangan VOC. Pada tahun 1653 VOC berhasil merebut bentang Portugis di Kupang. Pada tahun 1656, VOC memindahkan pusat perdagangan ke Kupang. Perebutan wilayah kekuasaan di Kupang lewat kontak senjata, VOC berhasil memukul mundur Portugis. Akhirnya kekuasaan Portugis bergeser ke Noemuti (Kaes Metan). Seluruh wilayah Kopnam Oelain (Kupang) dan Pah Banam (TTS) jatuh ke tangan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie).
Kekuasaan Portugis
semakin merosot di Timor. Hal ini ditandai dengan bubarnya Keuskupan Malaka
pada tahun 1838. Pada tahun 1850, Belanda meluaskan wilayahnya hingga ke Belu. Dalam
kurun waktu 1851-1856, Portugis meminta kebebasan menjalankan ajaran Katolik di
bekas wilayah misinya yakni Onderafdeeling
Noord Midden Timor: Timor Tengah Utara (TTU), Belu dan Larantuka (1851) dan
Sikka (1855).
Belanda telah menguasai
Timor Barat secara penuh. Akan tetapi di Timor telah berdiri Kerajaan-Kerajaan
kecil. Namun, Kerajaan Sonbai di Oenam Bijela merupakan kerajaan terbesar dan
terkuat di Timor. Ketika pecah perang di Letsaeam Bijela, Raja Sonbai melarikan
diri dan kekuasaan diambil alih oleh Usi Kono.
Pada tahun 1749,
perbutan perdagangan kayu cendana dan lilin antara pihak kerajaan dengan
Portugis Hitam (Topasses), maka Raja Kono mencari perlindungan pada Belanda
yang bermarkas di Kupang. Konflik pecah antara keturunan Raja Kono dan Raja
Sonbai. Sehingga pada tahun 1782, kedua
keturunan ini berperang di Mollo.
Usi Kono meminta
bantuan Belanda untuk melawan Portugis. Sehingga pada tahun 1850, Belanda
menguasai Timor Tengah Utara dan Portugis memindahkan kekuasaan ke Ambeno dan
Dili. Pada tahun 1859, Belanda dan Portugis menyelesaikan sengketa perbatasan
di meja perundingan yang kemudian dikenal dengan Perjanjian Lisabon.
Isi perjanjian Lisbon
adalah; Timor dibagi menjadi dua yakni Timor Barat mulai dari Kupang sampai
Belu dikuasai Belanda, kecuali kantong kecil Ambeno. Sedangkan Timor Timur dan
Ambeno di Barat dikuasai oleh Portugis. Namun, Portugis masih membangun benteng
di Faotsuba (Bikomi Utara), pasukan Belanda di bawah komando Letnan Sketel
Olifie melakukan serangan terhadap Portugis dan akhirnya mereka meninggalkan
TTU. Penentuan batas koloni di Timor secara final antara Belanda dan Portugis
terjadi pada tahun 1904.
Dokprib |
Pada tahun 1909, Letnan
Connmetz mendirikan markas di Noetoko, Miomafo barat. Belanda membangun segala fasilitas untuk
bisa mengontrol Timor bekas Portugis dengan leluasa. Mereka mendirikan bak-bak
air, perkantoran, gereja, markas angkatan darat dan udara. Namun, letak
geografisnya yang sempit, maka Raja Oenunu (Miomaffo) Kefi Lelan membantu Belanda memindahkan kota
ke Matmanas
Dari Matmanas, Belanda
memindahkan lagi markas demi menghindari banjir. Raja-raja Timor bergotong
royong memindahkan markas Belanda ke Tele. Di sana konon katanya seorang
prajurit berjumpa dengan seorang yang baru pulang mengambil air. Dan bertanya
dari mana ia menimba air dan orang itu menjawan ‘Kefamnanu’. Nama Kefamnanu
terus diucapkan sehingga lahirlah kata Kefamenanu (dialeg Belanda)
Nama Kefamenanu
dipopulerkan oleh Belanda dan dijadikan nama tempat pusat pemerintahan Belanda
di Timor Tengah Utara. Pada tanggal 22 September 1922 seluruh markas Belanda
selesai dibangun dan resmi ditempati. Setelah kemerdekaan, Kota Kefamenanu
dijadikan sebagai ibukota Kabupaten yang meliputi Kelurahan Aplasi, Kefamenanu
Utara dan Kefamenanu Tengah.
Kota yang didirkan
Belanda ini (Kota Lama) tidak layak untuk perluasan kota, maka Kota kefamenanu
diperluas ke arah Barat yang kini mencakup sebagian besar lembah Bikomi. Kota
Kefamenanu saat ini berada di Lembah Bikomi wilayah kekuasaan Bana dan Sanak.
Pada tahun ini, 2021,
Kota Kefamenanu berusia 99 tahun di bawah kepemimpinan Bapak David Juandi dan Bapak Eusabius
Binsasi. Kota Kefamenanu semakin memukau. Pembangunan menunju titik terang
menjadikan Kefamenanu Kota yang Sejuk, Aman, Rindang dan Indah. Semoga kota ini
menjadi kota yang harum mewangi.
🎂Dirgahayu Kuan Kefa, Kota Sari, Fomeni Haumeni Kefamnanu🎂
Sumber: Sejarah Gereja Katolik di Indonesia & Sejarah Lahirnya Kota Kefamenannu.
0 Comments