Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

Selayang Pandang Empat Madah Indah Dalam Budaya Dawan

 

kupang.tribunnews.com

  Berdasarkan data statistik kependudukan NTT,  populasi etnis Dawan menempati urutan pertama dengan jumlah penduduk terbanyak  yakni   21% dari total penduduk NTT diikuti oleh Manggarai dan Lamaholot[1]. Etnis Dawan mendiami hampir 85% seluruh daratan Timor Barat. Berdasarkan jumlah etnis, Dawan menjadi penduduk terbanyak di TTU, TTS, Kabupaten Kupang, sebagian Kota Kupang, sebagian Belu dan Malaka. Berdasarkan jumlah ini, tidak mengherankan jika mayoritas penduduk NTT merupakan etnis Dawan.

Setelah kita meneropong data statistik penduduk NTT, kita sejenak diundang untuk mendalami beberapa khazana budaya yang dimiliki oleh Orang Dawan berupa pakian adat, rumah adat, tarian dan nyanyian daerah. Tarian daerah yang paling populer adalah Tari Gong dan Bonet. Selain itu, terdapat warisan budaya lain seperti   aneka makanan tradisional berupa ‘’Laku tobe’’’Ipe’’  dan ‘’Puta’’. Kali ini penulis mencoba mengungkapkan satu warisan budaya Dawan dalam dunia seni suara.

Dalam Budaya Dawan terdapat empat madah   indah dan didendangkan sesuai dengan musim untuk mengolah pertanian dan ritual untuk menyiapkan bekal bagi keluarga. Dari sekian banyak warisan budaya Dawan, yang akan kita lihat bersama adalah madah-madah Dawan yang cukup populer pada zamannya dan sedang dalam masa degradasi akibat hantaman zaman. Berikut ini adalah empat madah indah Etnis Dawan:

Bonet

Bonet adalah salah satu madah yang sangat populer dalam budaya Dawan. Namun kebanyakan orang mengira Bonet adalah sejenis tarian semata. Bonet didendangkan dengan menghentakan kaki sembari bergandengan tangan melingkar mengikuti irama yang dinyanyikan.

 Dalam Bonet, penyanyi dan penari adalah orang yang sama. Tujuan utama dari Bonet ini adalah untuk memuji Uisneno Alikin Apean dan dalam bonet juga ada ujud doa mohon agar pertanian musim ini mendapat berkat berupa hujan yang baik.

Dewasa ini, Bonet dipahami sebagai satu tarian daerah Timor Dawan. Namun sebenarnya itu adalah sebuah madah pujian dan permohonan kepada  Uis Afinit Anesit yang dinyanyikan sembari menari melingkar. Yang terjadi dewasa ini, tarian bonet digunakan untuk menggerakan lagu-lagu daerah yang telah direkam. Dalam siklus pertanian di Dawan, sebelum turun hujan orang-orang Dawan mengadakan ritual Tfua ton meminta hujan. Dan pada saat ritual tersebut, Bonet didendangkan.

youtube.com

Muistatèlè/ Hĕllo

Setelah kita melihat sedikit tentang Bonet, mari kita mencoba menelusuri madah yang kedua. Madah kedua adalah Muistatèlè/Hĕllo. Madah ini dinyanyikan saat musim membersihkan rumput (tofa). Seorang solis akan mengangkan nada, lalu diikuti oleh para penyanyi lain sambil bersahutan antara perempuan dan laki-laki. Madah ini dinyanyikan saat sedang membersihkan rumput. Sehingga rumput yang dibersihkan cepat selesai. Dengan menyanyi, para pekerja tidak diberi ruang untuk bercerita atau menggosipkan orang lain di kebun.

Dalam wawancara via telpon, Bapa Benediktus Siki mengungkapkan bahwa tujuan dari Muistatèlè adalah untuk ‘menghibur’ Usi Mnahat (tuan makanan) yang baru bertumbuh agar tidak terhimpit oleh rumput yang akan mencuri sari makanan dalam tanah. 

Madah ini bertujuan untuk memberikan pujian kepada Pencipta atas hujan yang telah menumbukan jagung, padi, mentimun, dan turis  sehingga tumbuh dengan subur. Kekuatan atau daya dari madah ini membantu agar tanaman tetap tumbuh subur hingga musim panen tiba. Tujuan lain adalah untuk melindungi kebun dari hama jahat.

youtube.com

Oebanit

Madah ketiga Oebanit. Orang-orang Dawan sangat menghormati makanan. Bagi orang Dawan, makanan adalah raja sehingga sering disebut ‘’Usi Mnahat’’. Hal ini mau menunjukan bahwa selagi masih di dunia ini, manusia membutuhkan makanan untuk bisa melakukan aktivitas yang lain. Dengan makanan manusia bisa hidup.

 Oebanit adalah madah pujian atas hasil panen yang telah diperoleh. Madah ini akan dinyanyikan pada saat mengikat jagung kering yang telah dipanen. Atau yang biasa dikenal dengan Kbu’at atau Takbu pena. Orang-orang Dawan akan duduk melingkari jagung yang telah dikumpulkan lalu laki-laki dan perempuan mulai mendendangkan Oebanit sebagai ungkapan syukur atas panenan musim ini.

Madah ini membantu orang Dawan untuk tetap bersyukur kepada Tuhan atas hasil penen yang telah dihasilkan. Selain itu Oebanit dan madah-madah lain mempunyai  tujuan sosial yakni untuk meningkatkan semangat gotong royong dan menghindari gosip selama proses ikat jagung sehingga marwah panenan tetap terpelihara. Makanan harus diperlakukan sebagai raja dan tidak diperbolehkan mengucapkan hal-hal buruk ketika sedang Takbu Pena.

youtube.com

Angkalale/Pangkalale/Korolele

Madah yang paling terakhir adalah Pangkalale. Madalah  ini adalah  ratapan orang Dawan yang didendangkan pada saat salah satu keluarga meninggal untuk mendoakan arwah agar boleh tiba di alam arwah dengan selamat. Secara singkat, pangkalale adalah madah ratapan untuk meringankan langkah orang yang telah meninggal agar ia boleh tenang di alam arwah.

 Madah ini didendangkan sambil menumbuk padi atau jagung di lesung atau palungan. Keluarga besar akan mengelilingi lesung panjang dan setiap orang memengang alu dengan menumbuk ke dalam lesung sambil mendengangkan madah pangkalale untuk juga menghibur keluarga yang berduka. Tujuan mistis dari tradisi ini adalah untuk menyiapkan bekal bagi arwah agar memiliki bekal yang cukup selama perjalanan menuju alam baka.

Selain berdimensi eskatologis yakni demi keselamatan jiwa orang yang telah meninggal, Pangkalale merupakan satu madah yang didendangkan untuk menghormati jasa jiwa orang yang telah meninggal selama hidup. Dengan ini dapat dipahami bahwa pangkalale didendangkan sebagai bentuk penghormatan kepada harkat dan martabat manusia. Meskipun telah meninggal, jiwa orang tersebut tetap harus didoakan   dengan lantunan madah   merduh ini sehingga ia boleh tenang di alam baka.

Konon,  pada zaman dahulu, Pangkalale digunakan untuk menyiapkan bekal dalam jumlah yang banyak kepada keluarga selama masa kabung.   Alat-alat yang digunakan dalam Pangkalale adalah   adalah palung mengingat yang ikut dalam pangkalale jumlahnya banyak sehingga bekal yang dipersiapakan cukup banyak untuk keluarga salama berkabung. Keluarga duka biasanya menyiapkan  padi dan jagung untuk ditumbuk selama pangkalale berlangsung. 

Padi dan jagung yang ditumbuk akan menjadi  bekal selama perkabungan. Pangkalale adalah madah untuk meringkan langkah orang yang telah meninggal dengan menyiapakan bekal baginya selama perjalanannya menuju alam baka. Kebiasaan ini perlahan-lahan mulai ditinggalkan karena makanan instan telah tersedia. Sehingga dewasa ini pangkalale tidak dipraktekkan lagi di semua tempat.

Nilai Moral dan Sosial Dari Tiga Madah Dawan

Spiritualitas utama dan pertama dari Bonet, Muistatele, Oebanit dan Pangkalale adalah ungkapan syukur. Dengan bersyukur manusia menyadari bahwa segala hasil yang diperolehnya bukan atas hasil usahanya semata tetapi berkat campur tangan Yang Ilahi sehingga segalanya mendapatkan restu dan hujan boleh turun, padi dan tanaman lain boleh tumbuh dan pada akhirnya bisa dipanen.

Selain itu, selama kerja orang-orang Dawan hanya memfokuskan perhatiannya pada apa yang dikerjakan dengan iringan madah-madah ini. Sehingga tidak ada ruang diskusi atau kesempatan untuk menceritakan keburukan orang lain selama bekerja. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan sehingga pekerjaan boleh berjalan aman dan lancar sehingga selesai tepat pada waktunya.

Madah-madah ini menjadi indah jika dinyanyikan secara bersama-sama. Hal ini mau menunjukan bahwa ada nilai sosial yang hendak dicapai bersama yakni meningkatkan semangat gotong royong. Orang Dawan, selalu mengutamakan kerja sama baik itu dalam pembangunan rumah maupun pengolahan lahan pertanian. Madah-madah ini menjadi sumber semangat dalam membangun kesejahteraan dan keadilan dalam etnis Dawan. 

Semangat gotong royong memperkuat semangat persatuan sehingga orang-orang Dawan selalu hidup dalam semangat Nekaf mese ansaof mese. Semoga madah-madah ini tidak digerus oleh perubahan zaman tetapi tetap terjaga sebagai warisan kekayaan orang Dawan turun-temurun. Fit manafa hae makoe. Nekaf mese ansaof mese neu pah Bitimo. Salam Alekot.

Sumber Informasi: 

Wawancara via telpon Bapa Benediktus Siki 

 https://ntt.bps.go.id



[1] https://ntt.bps.go.id

Post a Comment

0 Comments