Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

Dari A Sik Pah Menuju SIKI (Tinjauan Sejarah Singkat ANUNUS)

 

       


  PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Manusia sejatinya merupakan subjek utama budaya. Dari subjek itu, manusia mewujudkan jati dirinya dalam cipta rasa dan karsa dalam budaya. Pada mulanya segala sesuatu yang ada di atas bumi  ini hanya sebatas natural semata, namun berkat ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia, segala sesuatu dijadikan kultural. Seiring bergerakanya zaman, manusia menjadi pusat segala aspek kehidupan baik secara politik, ekonomi,sosial maupun budaya. Kebudayaan manusia berkembang seturut pergerakan zaman dan peradaban pun turut merubah pola pikir manusia. Pemisahan tugas dan tanggung jawab pria dan wanita dalam aneka kehidupan manusia membuat satu pihak diperhatikan dan yang lain diabaikan. Pria dan wanita memang beda tetapi perbedaan tersebut bukan menjadi penyebab utama konflik dalam keluarga yang berkepanjangan.

Kesetaraan pria dan wanita sedang dalam proses perjuangan menuju suatu kemajuan yang dicita-citakan bersama. Tanpa kerja sama yang baik antara kedua bela pihak, segala cita-cita akan tinggal kenangan dan harapan manusia hampa semata. Kunci keberhasilan suatu pembangunan tidak terlepas dari kerja sama pria dan wanita. Meskipun wanita nampaknya hanya bergerak di belakang layar namun memberikan sumbangsi yang amat besar dalam perjuangan kaum pria. Oleh sebab itu salah satu pihak diperhatikan dan di pihak lain tidak boleh diabaikan.

 Dengan kehadiran orang lain akan memberikan banyak informasi baru berkaitan dengan segala aneka kehidupan manusia. Kehidupan nyata di beberapa daerah memicuh banyak konflik horisontal antara pria dan wanita akibat mas kawin yang telah ditebus oleh pihak pria. Hal ini menjadi dalil untuk memperlakukan wanita sesuka hati. Sehingga banyak wanita kerap kali dijadikan objek, entah sebagai pemain figuran dalam drama kehidupan keluarga, ataupun menjadi objek pelampiasan nafsu belaka. Hal ini menjadi suatu cobaan dan tantangan bagi kehidupan kesetaraan jender di bumi persada tempat aku dilahirkan.

Budaya patrilinear yang dianut oleh tanah kelahiranku, Napan, menempatakan posisi perempuan pada kelas dua dan yang menempati posisi kelas satu adalah laki-laki. Hal ini menurut pandangan umum wajar sebab, perempuan telah ditebus dengan belis ( mas kawin) yang telah disepakati bersama. Pandangan menjadikan pria sentral kehidupan keluarga menjadikan keberadaan perempuan di hadapan umum menjadi minim dan kurang mendapat perhatian. Meskipun kehidupan manusia sedang dalam zaman digital, namun segala hal yang berurusan dengan perempuan dan laki-laki masih mendapatkan perlakuan yang kurang adil. Dalam tulisan ini penulis secara singkat mengupas tentang hubungan timbal balik antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Dawan Napan. 

Secara umum masyarakat Napan menganut sistem patrilinear atau berdasarkan garis keturunan ayah. Gerakan Kaum feminisme telah dimulai di Eropa. Revolusi yang terjadi di Eropa membuat gerakan perempuan mendapatkan kesempatan untuk ikut menyuarakan kepentingan mereka. Pada Revolusi Puritan di  Inggris Raya pada abad 17,  kaum perempuan puritan  berusaha untuk mendefinisikan ulang area  aktivitas perempuan dengan menarik legitimasi dari doktrin-doktrin yang menjadi otoritas bapak, laki-laki, pendeta dan pemimpin politik. Revolusi Puritan telah menghasilkan ferment  dimana semua bentuk hirarki ditulis oleh semua anggota sekte yang radikal di Inggris Raya.  Pada tahun 1890, kata feminis digunakan  untuk mendeskripsikan kampanye perempuan pada  pemilihan umum  ketika  banyak organisasi telah didirikan  di Inggris untuk menyebarkan ide liberal tentang hak individual perempuan.

Antara pria dan wanita adalah satu dan sama. Melalui ike suti dan suni auni, mereka mengambil bagian yang sama dalam mensejahterakan keluarga. Perempuan tidak merasa lebih rendah dari laki-laki sebaliknya laki-laki tidak lebih tinggi dari perempuan. Secara kodrati perempuan adalah rekan kerja laki-laki yang berfungsi mengurus keindahan dan kehidupan dalam rumah tangga sementara kaum laki-laki untuk mencari nafkah yang berada di luar baik kebun, padang maupun hutan.

  Seiring berjalanya waktu,  tidak lagi ada pembedaan yang khas antara pria dan wanita. Kini semua mengambil bagian yang sama baik di dalam maupun di luar. Ini merupakan suatu gerakan jender yang ekstrim khususnya di masa kini. Kini makna mone mengalami perubahan. Dahulu dikhususkan bagi pria, kini, wanita pun menekuni hal yang sama. Sehingga muncul istilah wanita karier. Ini merupakan tantangan bagi semua bagaimana memaknai jender yang baik dan benar.

Penulis mengupas hubungan pria dan wanita dalam kaitanya dengan semangat hidup kerja. Sebab banyak perempuan terutama yang bersuami sering dipandang oleh suami mereka tidak kuat dan tidak produktif. Hal ini mendorong saya untuk mengkaji akar pemasalahan dari sisi kerja. Dalam kehidupan masyarakat Napan, kerja adalah substansi dasar dari hidup manusia. Dengan kerja orang akan mendapat penghasilan yang melimpah demi kelangsungan hidup keluarga. Kerja menjadi kebutuhan pokok hidup manusia.

Kehidupan manusia selalu menggantungkan harapan pada orang lain. Pengharapann kepada orang lain bersifat absolut dan non absolut. Ketergantungan manusia pada dokter saat kita sakit, tidak sepenuhnya absolut, sebab manusia masih mampu mencari dokter lain yang tidak berhalangan. Sementara ketergantungan manusia kepada orang lain yang dinilai absolut adalah keterikatan manusia dengan Tuhan. Tuhan menjadi satu-satunya harapan iman umat manusia. Di luar Tuhan manusia tak dapat menemukan nilai kehidupanya. Jender menjadi topik pembicaraan yang hangat di era postmodern ini di mana keterlibatan perempuan kini lebih hidup ketimbang pihak laki-laki. Budaya yang dibangun oleh masyarakat menjadi landasan dalam menghidupi kehidupan yang sewajarnya. Kendatipun perempuan merupakan yang terlemah, namun ia memiliki ketangguhan dalam memikul dunia yang berada dalam rahimnya. Melalui rahimnya terbentuklah generasi kehidupan selanjutnya. 

 Oleh sebab itu menjadi tidak etis jika mengaku diri orang tani tetapi tidak mempunyai Suni dan auni serta ibu rumah tangga jika tidak memiliki ike dan suti. Melihat fenomena ini, maka penulis merangkai tulisan in di bawah judul “SUNI AUNI DAN IKE SUTI WUJUD KESETARAAN JENDER ATONI DAWAN NAPAN”.

1.2. Perumusan Masalah

Mengingat bahwa berbicara soal jender berartiberbicara juga soal kedudukan yang sama antara pria dan wanita dan juga kerja. Namun penulis tidak melulu menulis tentang arti kerja dan alat kerja semata tetapi juga soal makna kerja dalam kesetaraan jender. Sebab pekerjaan juga menjadi faktor penentu suatu kesetaraan jender dalam hidup bermasyarakat. Ada beberapa pokok persoalan yang mau dilihat dalam tulisan ini sebagai berikut:

1. Siapakah itu masyarakat Atoni Dawan Napan ?

2. Apa itu jender serta Suni auni dan ike suti?

3. Bagaiman hubungan suni auni dan ike suti dalam kehidupan jender Atoni Dawan Napan ?

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tulisan ini bertujuan untuk: 

1. Mengenal budaya daerah sendiri yang semakin tersisih di tengah arus zaman. 

2. Penulis ingin menunjukan bahwa Masyarakat Dawan Napan juga mempunyai harkat dan martabat yang sama.

3. Untuk memenuhi syarat dalam mendapatkan nilai tugas Budaya.

1.4. Kegunaan Tulisan

1.4.1. Bagi Masyarakat Napan

Tulisan ini diharapakan dapat memberi suatu kebanggaan bagi masyarakat Dawan Napan, mengenai budaya daerah sendiri. Dengan ini, mereka juga tidak malu untuk menunjukan identitasnya sebagai orang Napan yang berbudaya. Tidak semua orang menulis tentang daerahnya, semoga melalui tulisan ini, mereka boleh lebih giat untuk menjaga budaya dan aset budaya yang telah ada.

1.4.2 Bagi Civitas Akademika UNWIRA Kupang pada umumnya dan Mahasiswa/I Fakultas Filsafat UNWIRA Khususnya.

Tulisan ini, diharapakan dapat memberi kontribusi ilmiah bagi Civitas Akademika UNWIRA Kupang pada umumnya,  dan mahsiswa/i Fakultas Filsafat pada khususnya. Semoga melalui tulisan ini, para Mahasiswa lebih giat untuk menjaga dan melestarikan budaya masing-masing dan tidak malu untuk melakukan penelitian di kampung halaman.

1.4.3 Bagi Penulis Sendiri

Tulisan ini akan menjadi bekal untuk membantu penulis dalam memahami konsep kebudayaan sendiri dan juga membantu penulis dalam menemukan ilmu pengetahuan yang memadai dari warisan budaya sendiri.

LANDASAN TEORITIS

2.1 Kajian Pustaka

Penulis menggunakan beberapa sumber sebagai rujukan dalam penulisan Karya ilmiah sederhana ini.  Sumber-sember tersebut masih mempunyai pertalian dengan apa yang hendak penulis uraikan dalam tulisan ini. Sebagai orang Dawan, penulis menggunakan penjelasan tentang Budaya Dawan menurut Drs. Wilfridus Silab, dkk, sebagai bahan rujukan pertama di mana orang Dawan sesungguhnya berasal dari Belu yang menurut orang Belu orang Dawan disebut Kenu rawan .

Selanjutnya adalah tulisan Bapa Bele Antonius tentang Suni dan Auni yang mempunyai kemiripan meskipun dalam bahasa daerah Buna’ Sul dan Sore yang berfungsi sebagai alat kerja dan alat pelindung kampung dari serangan musuh.  Lantas penulis juga memasukan pemahaman Jender menurut pandangan Bernad Raho di mana ia menguraikan bahwa jender merupakan hasil konstruksi manusia yang mempunyai suatu kebudayaan tertentu.  Selain itu penulis mengambil rujukan tentang Ike dan suti dari hasil karya Eben Timo yang merupakan salah satu pencinta budaya Dawan di mana ia menguraikan tentang ike dan suti sebagai bentuk kesetaraan dalam bekerja bagi perempuan Dawan. 

Penulis juga menggunakan sumber nasional dalam menjelaskan kehidupan jender yang ada di daerahku dengan yang ada di nasional dan internasioanl.Kehidupan jender di nasional juga menyita perhatian semua orang yang berjuang demi kehidupan yang baik bagi semua orang.  Selain buku, ada pun sumber lain yang penulis gunakan adalah kamus bahasa Inggris Oxford mengenai pengertian jender.

Selain itu juga, penulis menggunakan pengalam empiris pribadi dan juga informasi yang diperoleh dari masyarakat di mana penulis tinggal. Untuk memperkuat argument ini, maka penulis tetap pada kajian pustaka yang telah penulis sebutkan di atas.

2.2 Deskripsi Atoni Dawan Napan

2.2.1 Pengertian Atoni

Dalam bahasa Dawan kata Atonimengandung dua arti. Arti yang pertama berarti manusia. Atoni yang dalam hal ini adalah manusia merupakan, suatu kumpulan orang yang mendiami pulau Timor dan lebih spesifik lagi Atoni lebih merujuk kepada Suku dan Etnis Dawan yang mendiamai Timor Barat. Kata Atoni selalu disandingkan dengan metomenjadi Atoni Meto yang berati orang-orang yang mendiami tanah kering ( daratan ).

2.3.2 Pengertian Dawan

Term Dawan dilekatkan kepada salah satu suku bangsa yang mendiami Pulau Timor bagian Barat, oleh orang di luar komunitas atoni yakni para suku bangsa yang berada di ujung Timur pulau Timor yakni orang-orang Belu. Mereka sering menyebut orang Atoni sebagai “ema dawan” yang dipeuntukkan bagi penduduk yang mendiami, Kupang, TTS, TTU dan Ambenu ( Timor- Leste ). 

Istilah Dawan berasal dari ucapan lidah orang Belu terhadapa suku yang mendiami ujung Barat ( Loro Sa’e ) dan ada kemungkinan bahwa kata Dawan masih mempunyai hubungan dengan “ Kenu Rawan’’  yakni orang-orang Belu  ( keturunan Melus ) yang semakin terdesak dan hilang di daerahnya sendiri oleh para pendatang baru, sehingga ada yang mengira bahwa mereka mereka itu bukan keturunan Melus ( penduduk asli Belu). Lalu terjadi peperangan dan suku bangsa ini mengungsi ke ufuk Barat.

2.2.3 Pengertian Napan

Kata ”Napan”berasal dari kata “ Nanap On” dan ”Manapan”. “Nanap On” berarti: yang mempercepatkan diri, yang mendahului. Dan “Manapan” berarti: membuat sesuatu dan seseorang menjadi cepat. Kata Napan juga berarti: Kupu-kupa. Akan tetapi Napan yang mempunyai arti Kupu-kupu tidak memiliki hubungan atau kaitan dengan mitologi Kampung Napan. Menurut tradisi dan mitos orang Napan, bahwa nenek moyang mereka berasal dari Wehali ( Malaka ) yakni Maromak Oan yang juga dikenal sebagai Usi Manek Liurai yang bersama rombongannya melakukan perjalanan menuju Timor Barat yang juga merupakan wilayah kekuasaannya pula.  

2.3Suni dan Auni

2.3.1 Pengertian

  Secara etimologis kata SUNI berasal dari kata bahasa Dawan ( Uab Meto) berarti pedang atau kelewang. Auni merupakan rekan terdekat dari Suni yang berarti tombak. Selain  suni dan auni juga dapat disebut bersamaan perkakas lain seperti benas dan pali yaitu parang dan linggis. 

Jadi suni dan auni berati perkakas kerja dalam mengais rezeki khusus bagi kaum pria Napan.  Berbicara soal kerja berarti berbicara soal alat kerja. Setiap alat kerja selalu menunjukan fungsi dan tujuannya dalam kehidupan kerja. Selain sebagai alat bantu kerja, Suni dan Auni juga berfungsi sebagai senjata untuk melindungi diri dari serangan musuh dari suku dan etnis lain. Oleh sebab itu, hanya laki-laki yang berhak menggunakan alat tersebut untuk menghasilkan makanan dan menjaga keamanan kampung. 

2.4 Ike dan suti

2.4.1 Pengertian

  Ike merupakan sebuah tongkat kecil, bulat berukuran kira-kira 15 cm di bagian ujung atas berdiameter kira-kira 0,5 cm seperti gasing. Sementara ujung bawah berdiameter 4 cm dibuat agak tajam agar bisa berputar. Suti merupakan tempurung atau kulit karang yang berfungsi sebagai landasan bagi ike untuk berputar dalam membuat benang.  Kedua perkakas ini merupakan alat kerja khas perempuan Dawan Napan.  Kedua benda ini nampaknya menyatu tetapi bisa dipisahkan. Kedunya berfungsi untuk memintal benang untuk dijadikan tenun ikat.  

2.5 Jender

2.5.1 Pengertian

Jender adalah sifat-sifat atau kekhasan yang dikaitkan dengan masing-masing seks entah sebagai laki-laki ataupun sebagai perempuan. Jender merupakan konstruksi atau ciptaan masyarakat atau kebudayaan. Dalam Wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa jender merupakan aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual pada manusia.

Istilah “jender” yang berasal dari bahasa Inggris  yang di dalam kamus tidak secara jelas dibedakan pengertian kata seks dan jender. Jender dalam kehidupan Sosial sering diartikan pembedaan jenis kelamin secara sosial.

2.5.1.1 Gerakan Jender Nasional

Jender sering kali diartikan sebagai bentuk kesetaraan hak dan kewajiban semua orang dalam menjalankan hidup. Dalam tulisan ini, penulis mengangkat peran sosial yang sama di hadapan umum dalam memenuhi kebuthan hidup. Salah satu toko jender Indonesia pra kemerdekaan R. A. Kartini, telah membuat banyak terobosan dalam hal emansipasi wanita dalam dunia pendidikan. Cita-cita Kartini terwujud dalam diri Megawati Soekarno Putri yang menjabat sebagai presiden wanita pertama Indonesia ( 1999-2004 ). Hal ini menjadi babak baru dalam sejarah kesetaraan jender di Indonesia pada umumnya sehingga nama Megawati kemudian mendapat akronim “ Memang Gagah Wanita Indonesia”.

Persoalan jender telah dibicarakan di Indonesia sejak pra kemerdekaan. Gerakan kaum perempuan pribumi ( Hindia Belanda) mulai bergerak untuk menuntut kesetaraan dalam segala hal. Hal ini telah dimulai sejak tahun 1922 dengan berdirinya organisasi wanita Taman Siswa yang bergerak di bidang pendidikan. Organisasi perempuan ini juga menolak bantuan pemerintah ( Kolonial Belanda ) dengan alasan mandiri. Pada tanggal 22 Desember 1928 Kongres Wanita Indonesia diadakan untuk yang pertama kalinya di Yogyakarta. Salah satu hasil dari Kongres adalah penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu Nasional. 

2.5.1.2 Gerakan Jender Internasional

Ada tiga pemahaman sosiologi tentang  jender. Yang pertama adalah identitas, kedua interaksi dan ketiga adalah institusi dan interaksi di antara mereka menjelaskan hubungannya dengan fenomena; perbedaan jender dan ketidaksamaan jender. Pertama-tama kita perlu pahami bahwa jender bukanlah sauatu “hal” yang berproses tetapi suatu bagian dari aktivitas yang dilakukan seseorang. Ketika kita “melakukan” jender, kita lakukan di depan orang lain. Jender merupakan sesuatu yang kurang dimiliki oleh setiap individu lalu itu merupakan suatu produk interaksi kita dengan orang lain. Hal ini ditegaskan oleh sejarahwan Inggris  E. P. Thompson bahwa jender adalah suatu hubungan bukan suatu hal. 

Hal kedua, kita memahami  bahwa kita melakukan jender di setiap interaksi kita di setiap situasi kita di setiap institusi kita di mana kita menemukan diri kita. Jender diletakan sebagai suatu pencapaian sebanyak aspek interaksi sebagai identitas.  

2.6 Hubungan suni auni, dan ike suti dengan kehidupan Jender di Napan

Napan merupakan nama sebuah desa dan menjadi pusat pemerintahan Kecamatan Bikomi Utara, Timor Tengah Utara yang berada di garis perbatasan NKRI dan RDTL dan juga 25 KM dari pusat pemerintahan TTU yakni Kefamenanu.Secara giografis, wilayah Napan berbukit-bukit serta kering. Dan mempunyai dua musim yakni musim hujan ( November –April ) dan Kemarau ( April-November). Mayoritas penduduk bernata pencaharian di bidang pertanian .

Hubungan perkakas kerja kembar dengan kehidupan jender kurang mendapat perhatian, padahal kedua hal ini saling membantu. Penulis menempatkan ike suti dan suni auni sebagai sarana kehidupan jender di Napan, mengingat laki-laki ( Mone ) selalu berada di luar rumah dalam hal ini, kebun, sawah padang dan hutan. Dan alat kerja yang dibawa adalah suni auni, benas pali. Laki-laki mempunyai wilayah kekuasaan di luar rumah sehingga laki-laki dalam bahasa Dawan berarti Mone yang mempunyai arti dasar yakni di luar. Sedangkan perempuan mengurus bagian dalam rumah tangga dengan segala perabotannya dan alat kebanggaan terbesar perempuan Dawan Napan adalah Ike dan suti. Laki-laki yang produktif selalu mendapat julukan “Suni auni na’ik” dan perempuan yang terampil mendapat julukan “ike suti Nkeo”.

Dengan melihat hal ini, dapat dipahami bahwa, keduanya mempunyaikedudukan yang sama hanya beda dalam tugas dan tanggung jawab. Laki-laki menyediakan bahan makanan mentah dan perempuan mengolahnya di rumah menjadi siap saji. Selain itu perempuan dengan perlengkapan kerjanya menyediakan selimut dan pakaian dari hasil pintalan dari Ike dan suti. Oleh sebab itu antara perempuan dan laki-laki tidak ada yang meresa lebih tinggi dan yang lain merasa rendah. Di mata Tuhan semua sama. Tulisan ini seyogyanya dapat membuka mata kaum laki-laki untuk sadar bahwa, perempuan adalah rekan kerja dan bukan objek dalam memenuhi keinginan laki-laki. Perempuan dan laki-laki memang beda tetapi jangan dibeda-bedakan.

2.6.1 Jender Dalam Mata Pencaharian

Masyarakat Napan menggunakan frase; ike suti dan suni auni sebagai wujud kerja sama yang seimbang dan serasi serta satu pihak tidak lebih tinggi dan yang lain lebih rendah. Perempuan dan laki-laki dalam bahasa Dawan berarti Mone dan feto. Mone adalah terjemahan dari kata Laki-laki dari bahasa Dawan dan Feto pun demikian. 

2.6.1.1 Mone

 Mone dalam bahasa Dawan, mengandung dua arti yang berbeda. Arti yang pertama adalah “LUAR” dan arti yang kedua adalah” Laki-laki” kata mone yang merujuk pada laki-laki  mengandung arti bahwa, seorang laki-laki wilayah kekuasaannya sepanjang hari adalah di luar seperti sawah, kebun dan padang. Oleh sebab itu perlengkapan yang sangat cocok untuk kaum laki-laki Napan adalah Suni dan Auni. Kedua alat ini, hanya digunakan oleh kaum laki-laki dalam mencari nafkah bagi keluarga di rumah.

2.6.1.2 Feto

 Feto dibentuk dari dua kata dalam bahasa Dawan yakni FE dan TO. FEberarti:Memberi dan Toberarti: bangsa atau keturunan. Jadi secara harafia kata FETOberarti “ pemberi bangsa (keturunan)’’.  Oleh sebab itu feto dalam budaya Dawan adalah mereka yang secara khusus dikodradkan untuk memberi keturunan. Lalu arti yang kedua adalah Perempuan. Jadi arti perempuan ini mengafirmasi arti sesungguhnya feto. Oleh karena itu terjemahan yang cocok dari feto adalah perempuan. Berdasarkan strata sosial Napan, mereka juga memengang tanggung jawab dari dalam keluarga dengan perkakasnya yang khas yakni Ike dan suti. Tujuan dari alat ini adalah untuk menenun dan memintal pakaian bagi keluarga. Dan juga perempuan bertugas, memberi keindahan dari dalam keluarga.

2.6.3.1Mone Feto Adalah Satu dan Sama

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa antara pria dan wanita mempunyai status yang sama meskipun berbeda dalam pelayanan. Kaum pria bertugas mencari nafkah di luar dan kaum wanita memperindah dan mengolah hasil dari luar untuk kesejahteraan bersama.  Ike suti dan suni auni dalam hal ini memberi yang sama kepada keluarga. Dengan demikian, ike dan suti tidak merasa lebih rendah dari suni dan auni. Ada alasan sosial lain yang mendukung kaum wanita harus berada dalam rumah. Yang menjadi alasan pokok adalah sejak dahulu perempuan tetap berada dalam keluarga mengingat situasi di luar dipenuhi dengan peperangan antar suku dan yang kedua adalah bahwa, perempuan lebih berharga dari laki-laki ( Belis atau mas kawin).

2.6.4Jender dalam Kesenian daerah

Ada dua lagu daerah Timor yang menggambarkan strata sosial antar pria dan wanita. Lagu pertama berjudul Feotnai Manai mnuek ana dan lagu yang kedua Li’an moen ana atuk bijael.Berikut ini sebuah syair lagi Feotnai

“             Feotnai manai mnuek ana uton anko lasi i, beti tais ala ab kase ab meote tnikan tanje ben. Kaes muti nao pah-pah, in anpio bet ab meote tai ab meot e oooo...e liat mututan bei nai sin mahinat sin makoe tebae, Mait ho bninis mubnin ho abas mait ho koko mukok ho abas, ho ike ma ho suti he musuit, he mteun man kit bet ab meto he mteun man kit tai abmeto, he ttelo ma taniaata nimak fuane bae”.

Artinya; Gadis manis yang kecil, dengarkanlah kataku ini, kain adat pria dan wanita kini hanya kain sutra kapas daerah telah terlupakan. Para turis berjalan dari daerah ke daerah untuk mencari kain asli dari kampung. Sayang, lanjutkan karya seni nenek moyang. Angkat pintal, pintallah kapasmu, angkat tenun tenunlah kainmu untuk menghasilkan kain adat yang asli dari daerah agar boleh bermegah dengan hasil karya tangan sendiri.

Lagu ini menggambarkan kerinduan masyarakat Dawan untuk menghidupkan kembali kain daerah yang dihasilkan oleh jari-jemari sendiri. Dengan demikian kekayaan daerah dapat tetap lestari. Lagu ini ditujukan secara khusus bagi kaum wanita yang kini hanya mengandalkan kain sutera

Lagu yang kedau adalah khusus untuk kaum pria Dawan Napan. Berikut ini syairnya;

“Li’an moen an es anfitsa tuek’e neu amoente natuk bijael, ai ka naskolfa toan, in hum ne leke-leke aonemakatu luman ,nuibnap’e huma beba, e toan. Bijaele nataun nan amonet, mnahte naheun ba lopo, oil ana ka naskol, oil ana natuk bijae, oel ana nek ba penseka oil ana nekba loil tunu, nen neno..Muskol, mumeu, muoetan ho aome hen tahin, tameu ma tmatain, henat tob Indonesia, to amasat, to ahinet ma to amatanis”.

Lagu ini mengisahkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Dawan khusus untuk pria, di mana mereka selalu berada di padang untuk menggembalakan kawanan sapi. Lalu mereka juga dituntut untuk menimba ilmu demi masa depannya yang cerah dengan terus belajar demi Indonesia yang indah, panda dan kuat.

2.6 HIPOTESA

Berdasarkan semua informasi yang tersedia di atas, maka penulis memberikan hipotesa sebagai berikut; dari berbagai uraian-uraian di atas jelas bahwa dalam kebudayaan orang Dawan Napanmelihat status sosial berdasarkan pekerjaan dan jenis kelamin. Nilai kesetaraan jender dalam ike suti dan suni auni menjadi alat perekat bagi masyarakat Dawan Napan dalam menilai kualitas hidup. Semakin lembut dan halus ike dan suti maka semakin bermartabat seorang wanita Atoin Meto, sama halnya dengan suni dan auni, semakin tipis bentuk ketajamanya maka semakin berharga keperkasaan seorang pria Napan. Dengan penjelasan ini, semua orang boleh menyadari diri bahwa, apa yang terjadi dalam pihak perempuan akan menjadi masalah bila tidak dikerjakan bersama.

Silsilah Keluarga Siki

Inilah Silsilah Suku Anunu Siki. Neno Liurai / Funan Liurai / Uluk Liurai / Sufa Liurai / Manek Liurai / Liurai Manek Mesak / Liurai Moen Mese / Teu Liurai / Manek Anunu memperanakkan  Anunu  Naka Smala Napan. Ia seorang diri dan tidak mempunyai keturunan Anunu Naka Smala Napan kemudian menghilang di Napan (Meninggalkan Rambut seperti rambut jagung) Lalu Neno Liurai memperanakkan Anunu Teu Nabin (tidak melahirkan anak). Neno Liurai  kemudian memperanakkan Anunu Teu Aob, (tidak melahirkan juga ) Neno Liurai kemudian memperanakkan Anunu Teu Usapi Bela.(tidak melahirkan) Liurai  memperanakkan Anunu Teu /Anunu Poltu (  Portu)  /Sinol Moltu yang  menerima Misionaris Dominikan Pertama; Pater Antonio Taviera, OP dan Pater Antonio Da Cruz OP serta pedagang Portugis di  Lifau, Timor-Leste  tahun 1546

Anunu Teu /Anunu Poltu memperanakkan dua putera Anunu (sulung) Koe (bungsu) Raja Ambenu, Us Benu menolak kehadiran Portugis, sehingga ia memerintahkan orang Tebokos membunuh Anunu Portu. selama 4 hari dan 4 malam ia tidak membusuk sehingga , Us Benu dan Cota Ornay da Crus mengambil jenazahnya.  Putera sulung Anun Portu;  Anunu membunuh orang Tebokos di Poltuleja. Anunu kemudian melarikan diri ke Son Kiko yang ada sumber mata air.  kemudian ia mendirikan rumah adat Sonraen Amarasi Kupang. Koe Anunu memperanakkan Eli koe (Tua Son Anaet) Ia memperanakkan  :Anunu Eli, Tua Tamae: Tla Eli, To Aos Eli, Snai Eli, dan Anun Son Eli. To Aos Eli memperanakan Eli To Asu, Anun To Asu (Tua Sona solo) yang melahirkan: Ais Anunu, Snai Anunu, Bob Anunu, Eli Anunu (Mikhael ele) memperanakan Nao Eli (Yakobus Nao), Anunu Eli, Koe Eli dan Anunu Solo.     Yakobus Nao Siki memperanakan Benediktus Siki dan saudara-saudarinya. Benediktus Siki memperanakan Yohanes Adrianus Siki dan saudara-saudarinya.

 

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Paradigma Penelitian

Dalam menyelesaikan tulisan ini, penulis menggunakan jenis studi deskriptif. Penulis berusaha untuk menampilkanpentingnya menjaga budaya daerah dan menghormati pria dan wanita. Penulis menegaskan bahwa, dalam jender, tidak ada yang merasa lebih tinggi dari yang lain dan sebaliknya. 

3.2 Penelitian Pustaka

Penelitian yang dimaksud di sini adalah mengumpulkan informasi-informasi yang berkaitan dengan judul tulisan ini. kepustakaan yang digunakan adalah pandanga para penulis budaya tentang Timor dan asal usulnya. Dengan sumber-sumber pustaka ini, penulis mengolah tulisan ini untuk memberi informasi tentang Napan.

3.3 Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data

3.3.1 Interpretasi

Uraian tentang permasalahan ini,  dilandaskan pada pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam berbagai sumber literatur yang penulis gunakan.

3.3.2 Deduksi

Berdasarkan informasi kepustakaan yang tersedia, penulis mengunakan metode deduksi. Konsep-konsep dan data-data yang dihimpunkan dari sumber-sumber akan dipelajari, dianalisa lalu diinterprestasikan dengan memperhatikan keterkaitan antara aspek yang satu dengan yang lain dari pokok ini.

3.3.3 Deskripsi

Setelah meneliti, menganalisa dan menginterpretasikan pokok-pokok pikiran yang diperoleh dari studi kepustakaan, penulis akan mendeskripsikannya sesuai dengan topik pembicaraan ini

3.3.4 RefleksiSelain informasi dari para penulis budaya daerah, sebagai sumber, penulis juga akan menyisipkan pemahaman pribadinya sebagai pelengkap terhadap studi kepustakaan yang ada.


GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN

4.1 NAPAN

4.1.1 Letak Geografis 

  Desa Napan adalah salah satu desa di beranda Timur Indonesia dan Timor Leste. Desa ini merupakan pemekaran dari Desa Tes pada tahun 1999. Desa Napan merupakan pusat pemerintahan Kecamatan Bikomi Utara. Jarak Desa Napan ke Pusat pemerintahan Kabupaten Timor Tengah Utara, Kefamenanu adalah 25 KM. desa Napan mempunyai tiga kampong besar yakni, Kampung Pusmuti, kampong Komben dan Kampung Oelfaub. Pada Tahun 2005 tercatat jumlah penduduk Desa Napan sebanyak 1036 jiwa. Jika dilihat dari letak Kefetoran, maka Napan adalah bagian ari Kefetoran Nilulat. 

Batas-batas wilayah Desa Napan  adalah sebagai berikut;

Utara :Oesilo ( Timor Leste)

Timur :Desa Banain A, B, C

Selatan :Desa Tes dan Desa Sainoni

Barat :Tumin ( Timor Leste)

Pada umumnya desa Napan memiliki struktur giografis perbukitan dan lembah yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat Napan. Namun struktur tanah masih labil dan berbatu-batu sehingga kelihatan tandus. Keadaan ini sebagai tanda bahwa struktur tanah di Napan bukan tanah vulkanik sehingga kurang  subur.

4.1.2 Iklim

Iklim merupakan keadaan rata-rata dari cuaca suatau wilayah dalam periode tertentu; keadaan variasinya dari tahun ke tahun. Unsur-unsur yang dapat menggambarkan keadaan iklim meliputi: suhu udara, kelembaban udara , angin, curah hujan dan dan intensitas matahari. Keadaan iklim di Napan tidak diuji dalam bidang meteriologi melainkan berdasarkan literatur-literatur dan pengalaman penulis. Sebagaimana daerah Timor pada umumnya, mengalami dua musim dalam setahun, demikian Napan mengalami hal serupa. 

Musim hujan di Napan dimulai pada bulan November sampai bulan April. Sementara musim kemarau mulai dari bulan Mei sampai November awal. Musim kemarau di Napan mengakibatkan sungai-sungai mengalami kekeringan.  

4.1.3 Asal Usul Penduduk

Berdasarkan mitologi yang berkembang di Napan, bahwa nenek moyang Orang Napan berasal dari Wehali ( Betun). Nenek moyang pertama yang mendiami Napan adalah Usi Manek Liurai, atau Neno Liurai, atau Funan Liurai, atau Uluk Liurai atau Liurai Manek Mesak, Teu Liurai, satu Manek Anunu.

Usi Manek Liurai bersama rombonganya melakukan penjelajahan ke  arah wilayah Timor Loro Monu sekaligus mengontrol seluruh wilayah kekuasaannya. Selain itu mereka juga mau mencari pusat tanah Timor sebanyak delapan kali. Setiap kali mereka melakukan perjalanan, mereka selalu kembali ke Pusat kerajaan Wewiku-Wehali di Oenunu ( Betun).rute perjalanan meliputi: Wehali, Kateri, Lobus Nok Liabak, Oeliurai Maubesi ( Insana), Talotnem Usaep Leu ( Naesleu, Kefamenanu), Paun Albijae ( Tes), Poti-Oetanas ( Napan ), Liurais Kolomboe ( Timor- Leste). Pada perjalanan yang ke delapan,  Usi Manek Liurai bersama rombongannya tidak kembali ke Istana Kerajaan di Wewiku-Wehali. 

Pada perjalanan yang ke tuju, seorang pengikut Manek Liurai bernama Timo Leobai  bersembunyi di bukit batu Napan, ketika Usi Manek Liurai melakukan perjalanan yang ke delapan, mereka menjumpai Timo Leobai dan rombongannya, karena ketakutan, mereka bersembunyi di Bukit Batu Napan. Tetapi ia dan kawan-kawannya dipanggil dan kemudian menetap di Bukit Batu Napan. Karena mereka mendahului Manek Liurai dan pengawalnya, maka tempat itu diberi nama Napan yang artinya lebih cepat. Demikian asal usul penduduk yang mendiami desa Napan modern. Hingga saat ini, masih terjadi kontak dengan mereka yang mendiami pusat Kerajaan Wewiku-Wehali, di Laran Betun. 

4.1.4 Sistem Kesenian 

4.1.4.1 Seni Arsitektur Bangunan

Desa Napan pada umumnya terdiri atas daratan bukit dan pegunungan. Desa Napan tergolong daerah yang curah hujannya sedikit yang secara tidak langsung iklim tersebut mempengaruhi pola hidup dan watak keseharian masyarakat Napan.

Tempat tinggal orang-orang Napanpada zaman dahulu banyak berada di daerah perbukitan yang dikelilingi oleh semak berduri dan batu karang yang tidak mudah didatangi orang dan hidup secara berkelompok, dengan maksud untuk menjaga keamanan dari gangguan orang luar maupun binatang buas.

Rumah asli penduduk Napan berbentuk bulat atau dalam dawan Uem Bubu. Dinding rumah terbuat dari Pelepah Gewang, biasa disebut Bebak, tiang-tiangnya terbuat dari kayu-kayu balok, sedang atapnya dari daun gewang dan alang-alang.

Bagi orang Napan, rumah tidak hanya sekadar tempat tinggal, tempat berteduh dari panas dan hujan melainkan juga merupakan bangunan yang ditata secara perlambang yang konteks dengan sosial budaya masyarakat yang tinggal didalamnya sehingga diperlukan tata cara dalam pendirian rumah.

Dalam hal ini, mendirikan rumah dapat dilihat sebagai penerapan hidup dalam lingkungan sosial yang diwakilinya. Upacara dilakukan mulai dari pembersihan lahan rumah, penentuan titik pembangunan rumah, pendirian tiang utamaNi Monedan Ni Ainaf, pemasangan bubungan atau atap rumah, sampai upacara masuk atau penghunian rumah.

Hal ini dilakukan secara bertahap dan melibatkan pemilik rumah (Uem Tuaf) dan pemuka kampung atau orang yang dianggap keramat.

4.1.4.2 Seni Tarian

Tarian Perang ( Bso’ot)

 Pada setiap hari raya keagamaan, festival budaya dan acara syukuran, tarian Perang ( Bso’ot)  selalu dipertontonkan. Tarian ini dengan mudah dijumpai Daerah Dawan dan terlebih khusus di Napan, Timor Tengah Utara (TTU). Tarian ini bertujuan untuk menjemput para meo ( panglima perang ) yang pulang dari medan perang setelah memukul mundur musuh. Tarian ini mau menunjukan keperkasaan budaya Napan. 

MAKNA-MAKNA BARU

Kini Tarian Perang  diberi beberapa makna baru untuk menolong manusia Napan Timor memperjuangkan dan mencapai hidup yang lebih bermartabat:

1. Tarian Perang ketika dibawakan dalam upacara keagamaan (biasanya dalam peribadatan Gereja Katolik) mau menunjukkan bahwa sebagai umat beriman, kita harus tampil sebagai pahlawan yang selalu berusaha mengalahkan kejahatan dengan selalu memilih untuk berbuat baik sesuai dengan kehendak Tuhan, demi kebahagiaan kita semua.

2. Tarian Perang ketika dibawakan dalam menyambut kunjungan tokoh-tokoh pemerintahan, tokoh masyarakat atau pun tamu terhormat, mau menunjukkan bahwa sikap saling menghormati adalah sikap dasariah manusia beradab. Para sesepuh itu layak dihormati dan ini juga menggugah mereka untuk tampil sebagai pahlawan yang siap membela dan mengupayakan kemajuan dan kemandirian segenap rakyatnya.

3. Tarian Perang ketika dibawakan dalam pelbagai acara syukuran sebenarnya mau menunjukkan kepada kita bahwa kita patut bersyukur kepada Tuhan yang senantiasa memberkati kita, sekaligus kita berterima kasih kepada sesama manusia dan alam semesta yang senantiasa menolong dan menunjang kerja keras kita untuk mencapai idealitas hidup, sesuai yang kita dambakan bersama: hidup yang aman, damai, bersahabat, adil, sejahtera dalam keterpaduan hati sebagai sesama manusia, dengan alam semesta dan dengan kesadaran mendalam bahwa bagaimana pun kita ini makhluk terbatas yang bergantung sepenuhnya pada kekuasaan Tuhan.

4.1.5  Sistem Mata Pencaharian

Sumber mata pencaharian pokokbagi masyarakat Napan alah bertani dan beternak . Pembangunan ekonomi sektor pertanian adalah untuk meningkatkan produksi pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani yang sebagian besar berada di daerah pedesaan.Peternakan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan pendidikan anak-anak di Desa Napan. Mayoritas penduduk Napan menyekolahkan anak-anak dengan hasil peternakan. Biasanya Kerbau, sapi, kambing babi dan ayam. Hingga kini setiap rumah tangga di Napan memiliki paling kurang dua atau tiga ekor ternak seperti yang sudah disebutkan. Pada tahun-tahun silam, banyak anak Napan mendapat pendidikan di tanah Flores dan Jawa. Hasil peternakan membuat anak-anak mencapai cita-cita. 

 Dalam hal pertanian, masyarakat Napan tidak hanya bergantung pada lahan kering tetapi juga lahan basah. Orang Napan meskipun berada di perbukitan, namun di pinggir kali Ekat, ada potensi untuk membuka lahan persawahan meskipun hanya sawah tadahan. Tetapi itu memberi nilai tambahan dalam perekonomian masyarakat. Sejak tahun 2004, masyarakat mulai mengubah bedeng-bedeng sayur menjadi hamparan sawah yang luas.

Selain di bidang pertanian dan peternakan, masyarakat Napan juga ada yang berprofesi sebagai pengemudi , tukang kayu, tukang batu dan sebagian kecil lainnya adalah PNS. Namun meskipun PNS mereka tetap mengikuti ritme hidup masyarakat pada umumnya di mana mereka juga bertani dan beternak meskipun itu hanya kerja tambahan setelah pulang dari sekolah dan kantor

4.1.6 Sistem Permainan 

4.1.6.1 Gasing

Permainan ini sangatlah di gemari oleh anak-anak usia sekolah dasar sampai pada sekolah menegah atas di Desa Napan pada umumnya. Permainan gasing hampir terdapat di seluruh wilayah di Indonesia. Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak laki-laki berusia 7-17 tahun, bisa dilakukan perorangan maupun beregu. Gasing biasanya terbuat dari kayu yang dibentuk sedemikian rupa dengan bagian yang lancip di bagian bawahnya. Permainan ini bersifat kompetitif, mengadu ketangkasan dan keterampilan dalam memutar gasing. Pada masyarakat Napan kualitas gasing dilihat dari bahan dasarnya. Misalnya gasing yang kuat adalah gasing yang terbuat dari pohon kosambi dan pohon asam.

4.1.6.2 Congklak

Permainan congklak merupakan permainan yang dimainkan oleh dua orang yang biasanya perempuan. Alat yang digunakan terbuat dari kayu atau plastik berbentuk mirip perahu dengan panjang sekitar 75 cm dan lebar 15 cm. Pada kedua ujungnya terdapat lubang yang disebut induk. Diantar keduanya terdapat lubang yang lebih kecil dari induknya berdiameter kira-kira 5 cm. Setiap deret berjumlah 7 buah lubang. Pada setiap lubang kecil tersebut diisi dengan kerang atau biji-bijian sebanyak 7 buah. jenis permainan ini pun adalah jenis permainan tradisional yang terkenal di wilayah desa Napan.

4.1.7 Sistem Teknologi

Sistem teknologi yang dimaksudkan penulis adalah rangkaian keseluruhan teknik yang dimiliki oleh semua anggota masyarakat yang berhubungan dengan cara bertindak maupun cara berbuat sesuatu melalui usaha mengumpulkan bahan-bahan mentah yang disediakan oleh alam. Bahan-bahan mentah yang ada dibuat sedemikian rupa hingga membentuk suatu alat yang dapat digunakan oleh manusia sebagai sarana kerja, menyimpan bahan makanan, pakaian maupun kebutuhan lainnya. System teknologi pada masyarakat Napan masih tergolong sederhana. Hal ini terlihat pada alat-alat yang digunakan  antara lain: Lesung-Alu ( Essu-Hanu ) digunakan untuk menumbuk padi dan jagung, bakul besar untuk menyimpan padi ( Bo’o) Alat untuk menimba air dan menyimpan tuak( Sapa’), periuk tanah liat untuk memasak, ( Nai Naijan), piring sendok yang terbuat dari tempurung kelapa ( sono pika kubi) kain tenun ( Beti dan Tais).

4.1.8 Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan yang paling kecil adalah keluarga batih. Perbedaan jauh dan dekat antara pihak ibu dan ayah tergantung pada system social yang mengatur hak dan kewajiban yang berdasarkan keluarga bilateral ( parental ). 

Keluarga batih merupakan kesatuan ekonomi, adat istiadat dan dalam kesatuan menyelenggarakan upacara keagamaan. Pihak laki-laki lebih diberi tanggung jawab untuk usaha pertanian dan kemasyarakatan. Sedangkan pihak wanita umumnya sebagai pendamping kaum laki-laki di samping tugas utamanya dalam bidang pendidikan dan urusan rumah tangga. Dalam kehidupan masyarakat Atoni-Napan, kedudukan laki-laki sangat penting karena mereka dalah ahli waris, penerus cita-cita dan penerus nama keluarga dan hak atas tanah. System perkawinan yang berlaku di desa Napan adalah sistem perkawinan patrilinear yakni hidup menurut garis keturunan ayah. Oleh sbab itu pihal laki-laki wajib menyerahkan mas kawin ( belis) kepada pihak wanita.

4.1.9 Bahasa

Bahasa adalah sarana komunikasi antara manusia dan sesamanya. Bahasa bisa mendatangkan berkat sekaligus kutuk. Sejak dahulu masyarakat Napan menggunakan bahsa Dawan sebagai bahasa pengantar sekaligus bahasa pergaulan sehari-hari. Dalam kehidupan masyarakat Napan dapat dibedakan bahasa dalam dua jenis yakni bahasa percakapan sehari-hari ( Uab neno-neno ) dan bahasa ritual adat ( Takanab ma Tonis ).  Orang Napan sendiri memiliki seni dalam berbicara yang dikenal dengan takanab biasanya digunakan pada momen-momen tertentu seperti pertemuan adat, penjemputan tamu agung, perayaan-peraaayan keagamaan. Isi takanab berupa syair-syair puisi dengan irama yang menarik.

4.1.10 Kepercayaan atau Religi

Masyarakat tadisional pada umumnya memecahkan segala persoalan yang ada di luar kemampuannya dengan menggunakan kekuatan gaib. Hal ini sebagai bentuk ungkapan kepercayaan manusia akan sesuatu yang melampaui dirinya, oleh sebab itu dengan demikian ia memperoleh kemudahan. Selain itu, masyarakat tradisional percaya akan adanya roh-roh halus yang gentayangan di batu-batu besar, dan pohon-pohon besar. Dari roh-roh gaib ini ada yang baik dan ada pula yang jahat. Yang pertama arwa nenek moyang mereka berhakikat baik dan yang kedua adalah roh jahat yang menakutkan. Dalam kehidupan Napan dikenal Pah tuaf. Roh ini biasanya diyakini menghuni pohon-pohon besar dan bukit-bukit batu.

Selain itu masyarakat Napan juga percaya akan kekuatan-kekuatan gaib yang disebut Le’u dan kekuatan-kekuatan sakti nmui bein. Biasanya terdapat pada benda-benda pusaka yang disimpan dalam rumah adat ( Uem Le’u ). Ketika kekristenan mendarat di tanah Timor, lambat laun masyarakat mulai memeluk agama meskipun tetap bersandar pada adat istiadat yang ada. Mayoritas penduduk Napan beragama Katolik.

4.2 Pohon Keluarga

4.2.1 Asal Usul Nama Siki Anunu

Berdasarkan data yang penulis peroleh baik melalui tulisan skripsi dan informasi lisan, bahwa nenek moyang Siki berasal dari Kerajaan Wewiku-Wehali. Orang pertama yang keluar dari kerajaan tersebut dan kemudia menjadi cikal bakal suku dawan Siki adalah Manek Liurai, Manek Mesak. Ia memulai petualangannya dari Wehali menuju Oenunuh ( Timor-Leste) sebanyak tuju kali ( 7x), setelah itu ia kembali ke Wewiku-Wehali.  Pada perjalanannya yang kedua ia mengitari Wehali dan Oenunuh sebanyak delapan kali ( 8x) dan sahabat dekatnya adalah seekor kuda yang diberi nama Met Leko Tun Balek. 

Sekembalinya dari Oenunuh ( Timor Leste) ia kemudian menetap di Faot Suba, TTU dan di sanalah untuk pertama kalinya ia mengantikan namanya seperti yang ia alami. Ia mengubah namanya dari Manek Liurai  menjadi A Sik Pah yang berarti penahkluk daerah orang. Nama itu kemudian disederhanakan dengan menghilangkan A dan Pah lalu ia menambahkan I di belakang Sik sehingga menjadi Siki. Dengan demikian Siki menjadi nama yang diwariskan turun-temurun hingga generasi penulis.

Generasi Siki yang kelima berdasarkan pohon keluarga ditempati oleh Anunu Teu. Ia adalah pemimpin yang menerima dua pastor Dominikan dan rombongan dari Portugal untuk pertama kali mereka menginjakkan kaki di tanah Timor, Lifau. Maka namanya kemudia diubah menjadi Anunu Portu. Ia memperanakan dua putera yang sulung bernama Koe Anunu Siki yang menjadi satu garis keturunan dengan penulis. Dan yang kedua bernama Balok Anunu Siki, ia kemudian menetap di ufuk barat. Kini keturunan Balok Anunu Siki menjadi tuan tanah yang kaya di Amarasi terlebih khusus Amarasi Timur,  Kupang



DAFTAR PUSTAKA

1. Buku-buku

Nuban Timi, Eben, Sidik Jari Allah Dalam Budaya, Maumere: Penerbit Ledalero, 

2007.

Kimmel Michael S, THE GENDER SOCIETY,  New York: Oxford University Press, 

2000.

Silab Wilfridus, dkk, Rumah Tradisional Suku Bangsa Atoni Timor-NTT, Kupang: DEPDIKBUD,1997.

Pratiwi Rika, Perempuan dan Politik Tubuh Fantastis, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1998.

Raho, Bernad, SOSIOLOGI, Sebuah Pengantar,Maumere: Penerbit Ledalero, 2004.


Oxford Learners Pocket Dictionary,  London : Oxford University Press, 2011.


2. Skripsi

Eko Damianus, Konsep Keselamatan Dalam Ritus Tfua Ton ( Skripsi ), Kupang :     

FFA Universitas Katolik Widya Mandira, 2005

CURICULUM VITAE

Nama  : Yohanes Adrianus Siki

Tempat/ Tanggal Lahir : Tes, TTU, 15 Juni 1994

Riwayat Pendidikan Formal

SD : 2001-2007 ( SDK YAP Tes, TTU )

SMP: 2007-2010 ( SMP Negeri  Napan, TTU )

SMA: 2010-2013 ( SMA Negeri 1 Atambua, Belu )

Riwayat Pendidikan Calon Imam

Masa  Aspiran : 2013-2014

Masa Postulan : 2014-2015

Masa Novisiat  : 2015-2016

Menjalankan Top Novisiat: 2020/2021

Profes : 2016- sekarang




Post a Comment

0 Comments