![]() |
Kericuhan Sepakbola |
Abdul pernah berkata dalam stand up komedinya "Di kampung saya (NTT) permainan bola tidak berpatokan pada waktu 2x45 menit. Pertandingan bola hanya berakhir kalau sudah baku pukul"
Kalimat ini terdengar hanya sebatas guyonan semata tapi makanya dalam. Kata-kata ini kembali terngiang setelah menyaksikan pertandingan Malaka vs Alor di mana wasit meniup peluit dan memberi hadiah pinalti bagi PS Malaka sehingga skor menjadi imbang 1:1. Ketidakpuasan ini lantaran memicu keributan hingga terjadinya aksi pemukulan terhadap wasit oleh beberapa pemain dari Persap Alor.
Saya pikir kasus serupa juga terjadi di Piala Eltari Memoral Cup edisi sebelumnya di mana saat final Eltari Memoral Cup 2017 antara Perse Ende vs PSN Ngada, keributan bermula dari aksi suporter Perse Ende melempar botol air mineral ke para pemain PSN Ngada. Kemudian edisi selanjutnya kericuhan terjadi saat Perse Ende vs Perseftim Flores Timur. Karena ketidakpuasan suporter Perseftim Flores Timur atas kemenangan dramatis Perse Ende yang yang berakhir dengan pengrusakan stadion di Lembata.
Eltari Memoral Cup 2025 kembali dicoreng dengan aksi brutal pemain dan suporter. Dalam tulisan saya 3 tahun lalu saya mengangkat makna dan tujuan dari Eltari Cup yang kemudian berubah menjadi Eltari Memoral Cup karena ada usaha untuk menyatukan masyarakat NTT yang terpisah oleh pulau dan laut dalam sepak bola namun saat berjumpa ambisi dan kebrutalan yang ditujukan.
Mari ubah wajah sepak bola NTT menjadi sarana pemersatu Flobamora dengan semboyan kita yang terkenal "Katong Samua Basodara". Karena kita semua bersaudara maka buktikan persaudaraan itu dalam sepakbola agar ada generasi muda NTT bisa mengikuti jejak Marcelino Ferdinan dan Viktor Dethan di kancah nasional dan internasional. Bae sonde Bae Flobamora tetap Bae.
0 Comments