Mayoritas mahasiswa dan pelajar 2022, memiliki ponsel sekurangnya Samsung. Oleh karena alasan Covid 19, 90% pelajar SD-SMP dibelikan PONSEL. Lalu untuk SMA- Perkuliahan 100% miliki ponsel.
Sejak diumumkan bahwa kuliah dan KBM daring (online), maka jam efektif untuk pendidikan formal kurang lebih 6 jam sehari. Lantas di waktu itu ponsel digunakan. Namun, apa yang mereka operasikan khusus SD SMP? Mereka lebih banyak meng-scroll, video di Tiktok & YouTube lalu tugas yang diberikan guru justru dikerjakan oleh orang tua (khusus ibu-ibu) sehingga ada ibu yang protes sebab ia berprofesi ganda sebagai guru dan IRT.
Hal serupa juga terjadi pada anak-anak SMA & Kuliah. Selama sekolah dan kuliah online, waktu lebih banyak digunakan untuk ponsel karena "katanya" jawaban sudah tersedia di Google. Dalil ini seolah melukai buku. Oleh karena dimanjakan oleh google, maka buku tidak ada yang menyentuhnya. Hal ini terbukti dengan pengisian pulsa data besar-besaran baik secara pribadi maupun subsidi dari pemerintah.
Sehingga, tidak heran, hal yang menjadi mahkota pelajar yakni buku, tidak kita temukan di tempat tinggal pelajar atau mahasiswa. Bahkan ada mahasiswa yang tidak memiliki rak buku atau meja belajar.
Fenomena ini nyata ketika kekuasaan ponsel mengambilalih waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar, membaca, menulis dan mengerjakan hal lain maka kemiskinan akademik merajalela.
Tak ayal, banyak jebolan universitas ternama di NTT khususnya Kupang, saat diminta untuk berbicara, kita merasa seperti mereka baru tamat SD, dan siap melangkah ke jenjang SMP. Ketika hendak berbicara tidak ada arah yang jelas dalam pembicaraan dan tidak jelas hendak memuulainya dari mana.
Selama 24 jam sehari, banyak waktu dihabiskan di depan ponsel, dan sekitar 16 jam sehari orang menghabiskannya untuk mengoperasi ponsel entah untuk mengerjakan tugas ataupun untuk mencari hiburan seperti menonton (Tiktok, reels Facebook, IG & YouTube).
Sehingga, kebiasaan ini membuat otak tidur dan tidak berinovasi untuk menciptakan karya demi dirinya sendiri. Sehingga setelah tamat dan tidak memiliki pekerjaan lalu menyalahkan pemerintah karena tidak ada lapangan pekerjaan. Sebenarnya lapangan pekerjaan ada namun selama waktu efektif kuliah, tidak ada sela waktu untuk berpikir atau mengasah otak dengan membaca sehingga kembali ke kampung bingung mau buat apa.
Mari membiasakan otak untuk berpikir supaya semakin banyak ide dan inspirasi yang diperoleh guna menciptakan lapangan pekerjaan bagi diri sendiri dan juga orang lain, Sebab hanya kita bisa mengubah diri dan dunia kita bukan orang lain.
Mari bijak memanajemen waktu dan bijak menggunakan ponsel sebab kekuatan ponsel berwajah ganda di satu sisi membantu manusia di sisi yang lain meracuni otak manusia sehingga kerdil dalam inovasi demi kebaikan dan kebahagiaan dirinya.
0 Comments