Rekonstruksi kematian Astrid dan Lael yang dijalankan oleh Randy menimbulkan banyak pertanyaan dan polemik. Kali ini, pertanyaan yang muncul tidak lagi seputar mengapa Randy sendiri menjadi tersangka tunggal, atau bagaimana mungkin Randy bisa membunuh anak kandungnya sendiri. Pertanyaan-pertanyaan atas semua kenjanggalan sejak Randy menyerahkan diri hingga rekonstruksi hari Selasa (21/12/21) kini meluas dan melebar.
Kali ini oknum Polisi melarang wartawan untuk
meliput jalannya rekonstruksi di tempat kejadian perkara. Tentu ini adalah yang
pertama kali terjadi di mana sebuah rekonstruksi kasus pembunuhan dilarang oleh
pihak kepolisian. Hal ini sangat jauh berbeda dengan rekonstruksi Tinus Tanem di mana
pers bisa meliputnya. Publik bertanya ada apa di balik semuanya ini.
Ulah oknum polisi yang melarang wartawan meliput
jalannya rekonstruksi, jelas-jelas sangat menodai martabat kebebasan pers
dan juga demokrasi. Di zaman IT yang sudah maju, larangan terhadap media pers
adalah pelanggaran hukum sebab para pekerja pers sudah dilindungi oleh negara dan diatur dalam
undang-undang sehingga setiap orang yang melanggarnya harus dihukum.
Kebebasan
Pers
Sejak reformasi bergulir, pers mendapat tempat di
mata demokrasi. Melalui para legislator, pemerintah menetapkan undang-undang
untuk memberi ruang gerak bagi pers. Guna memperlancar proses kerja pers, maka pemerintah menetapkan UU No. 40 Tahun 1999 Bab II tentang Asas, Fungsi, hak, kewajiban dan
peranan pers.
Pada pasal 4 dijabarkan ke dalam empat ayat. Yang
pertama, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara. Kedua,
terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembrendelan atau
pelarangan penyiaran. Ketiga, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional
mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyerbarluaskan gagasan informasi.
Keempat, dalam mempertanggunjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan
mempunyai hak tolak.
Dari
penjelasan undang-undang di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa masih banyak
aparat penegak hukum yang buta hukum. Jika mereka mengerti hukum, maka semua
proses hukum berjalan sesuai dengan undang-undang yang berlaku di Negara ini.
Sanksi Hukum
Berkaitan dengan pasal empat di atas, maka pada Bab VIII dijelaskan tentang ketentuan pidana bagi siapa yang menghambat para pekerja pers. Ada pun dapat dikenai sanksi hukum. Terkait pelarangan peliputan saat rekonstruksi di Penkase oleh oknum polisi maka dapat dijerat dengan pasal 18 yang berbunyi;
pertama, Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Oleh sebab itu sejatinya oknum polisi yang telah melarang wartawan meliput jalannya rekonstruksi dihukum sesuai undang-undang yang berlaku. Aparat penegak hukum juga adalah warga negara dan setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum.
Suara Keadilan
Pers adalah sarana
untuk mewujudkan demokrasi dan keadilan. Semua yang diperjuangkan oleh pers
adalah demi terwujudnya keadilan Sosial bagi seluruh warga. Oleh sebab itu, di
tengah pertumbuah demokrasi yang pesat ini, melarang kebebasan pers adalah
pelanggaran hokum dan harus dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku.
Media membantu
menyebarkan berita tentang ketidakadilan sehingga setiap warga yang mencintai
negeri ini dapat menyuarakan keadilan yang dibungkam. Hidup dan matinya pers
ada di tangan anak-anak bangsa. Maka untuk bisa menghidupkan keadilan, maka
hidupkan dahulu media agar setiap kinerja dapat diketahui oleh public dan semua
bisa memberi nilai.
Pelindung
Pers
Kembali ke judul
tulisan. Penulis menempatkan kalimat ‘Selamat Ulang Tahun ( Pelindung) Pers
pada judul untuk menegaskan satu sosok pencinta pers yang telah terbukti
menjadikan pers sebagai media untuk menyebarluaskan kebaikan dan keadilan.
Sosok itu adalah St. Antonius Maria Claret yang hari ini berulang tahun.
St. Antonius Maria
Claret adalah seorang santo asal Sallent Spanyol yang lahir pada 23 Desember
1807. Jika ia masih hidup maka hari ini usianya 214 tahun. Setelah menjadi
imam, St. Antonius Maria Claret aktif menulis dan semua tulisannya sungguh
sangat digemari di Spanyol.
Pada akhirnya ia
mendirikan sebuah percetakan untuk menerbitkan tulisan-tulisannya agar bisa
menjangkau banyak orang dengan tulisan-tulisannya. Ia juga menganjurkan agar
tulisan yang baik dan benar bisa dipublikasikan kepada semua orang agar tidak
tersesat dengan tulisan-tulisan yang tidak baik.
Claret menggunakan media
percetakan untuk mewartakan sabda Allah. Dengan percetakan, banyak orang boleh
bertobat dan memuliakan Allah. Guna menghormati jasa Claret di dalam dunia
tulis menulis, maka Paus Pius XI menobatkannya menjadi Pelindung Pers.
Semoga semangat Claret
mendorong para jurnalis untuk tidak pantang menyerah dalam menyuarakan keadilan
bagi bangsa ini melalui dunia tulis menulis. Meskipun tulisan pahit namun
mereka menjahit kebenaran.
"Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini,tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat,supaya kamu percaya,bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah"(Yoh 20:30-31).
0 Comments