sanskertaonline.com |
Fajar timur merekah hingga batas-batas labirin sukma. Hari berganti, musim berlalu disambut kicauan burung dan kokokan si jago di puncak sunyi. Para nelayan menghela jala ke tepian pantai bersama hasil lautan yang menohok jiwa.
Kebisingan hari membuka tirai hiruk pikuk kota. Senandung natal menggemah syahdu dan pernak-pernik natal mulai menghiasi jalanan kota. Para pedagang kaki lima
menyusuri lorong-lorong Kota sembari menjejali barang dangan dengan atribut natal mencari sesuap nasi hari ini.
Sang
surya terus meninggi, cuaca kota Kupang semakin panas. Para peloper Koran
menjajakan Koran di sepanjang lampu merah Oebobo dan Kantor Gubernur hingga
Mapolda NTT. Semua isi berita tetap sama soal rekonstruksi kasus pembunuhan Ibu
dan Anak di Penkase.
Saat
lampu merah, anak-anak mengejar para penumpang
untuk menawarkan Koran yang berisi informasi aktual nan terhangat di
NTT. Semua penumpang enggan membeli Koran sebab bagi mereka semua sudah
tersedia di dalam ponsel.
"Kaka
nona beli Koran do ini informasi bagus soal pembunuhan ibu dan anak di
Penkase" kata seorang anak yang sedang menjual koran di Lampu Merah Kantor
Gubernur NTT. "Maaf ade, beta biasa baca di hp sa" kata Inggrit. "Kaka
beli satu sa e b mau isi pulsa data bapa sonde kasih uang di b na" kata si anak
memelas. "Kasih su kemarin baru gajian tu hh" kata Lina.
Saat
lampu hijau, mobil yang ditumpangi Inggrit dan Lina melintasi Jln Jendral
Soeharto, terlihat beberapa orang mengerumuni Mapolda NTT sambil beroarasi.
Beberapa pemuda mengangkat poster berisi gambar Astrid dan Lael yang dibunuh
dan ditemukan di Penkase pada 30 Oktober 2021 lalu.
Kasus
ini sungguh menyita perhatian publik NTT hingga terjadi adu kata di media
sosial antara netizen dan kepolisian. Sebab ada konspirasi di mana Randy menyerahkan
diri dan dijadikan tersangka tunggal.
***
"Awi parah in ma, masa rekosntruksi kasus pembunuhan lain wartawan sonde larang ni masa sampai kasus Astrid dan Lael Polisi bisa larang ni. Ada apa dengan kepolisian atau ada sesuatu yang mau disembunyikan oleh pihak kepolisian ko?" kata Karel. "Benar bro beta sonde setuju Polisi punk cara buat ni. Masa bisa larang wartawan meliput ni, ini jelas su melanggar UU No. 40 Tahun 1999 tentang kebebasan pers" kata Vian.
"Awi gawat e masa polisi bisa langgar hukum ma dong aman-aman sa ni te kalo katong su kena ciduk. Katong
haru demo ni. Terus itu undang-undang dia punk isi apa sa?" tanya Karel. "UU No. 40
Tahun 1999 Pasal 4 ayat satu dia punk isi tu b kurang hafal sih tapi secara
garis besar begini ‘kemerdekaan pers
dijamin sebagai hak asasi warga Negara ayat kedua, bahwa terhadap pers nasional
tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran ayat ketiga,
Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari memperoleh
dan menyerbarluaskan gagasan dan informasi’ itu yang b tau’’ kata Vian.
"Trus kalo dong langgar begitu ada dia punk
hukuman ada ko sonde?" lanjut Karel. "Nah pada pasa 18 dijelaskan juga bahwa 'setiap orang yang secara melawan hukum dengan
sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi
pelaksanaan sesuai ayat 2 dan tiga, maka
akan dipidana dengan pidana penjara paling lambat 2 tahun atau denda sebanyak
500 juta" kata Vian.
"Wiss
hebat e, belajar undang-undang di mana ni, bisa-bisa jadi Jaksa ni e hhh’ kata
Karel. "Ada hp tu pake baca info hukum jangan main Free fire sa buang-buang
waktu sa" kata Vian. "Aii itu su e bro. Polisi dong ni kenapa langgar
undang-undang terus kalo rakyat kecil yang langgar dong cepat sekali tanggap. Katong
pi demo ko?" kata Karel.
Situasi Kota Kupang di bulan Desember memanas
dengan rekonstruksi yang dilakukan oleh Randy. Banyak pihak tidak puas sebab
Randy bukan pelaku utama tetapi mengapa dipaksakan untuk melakukan
rekonstruksi. Ini yang terus diperjuangkan oleh keluarga korban agar segera
menangkap empat orang pelaku utama kematian Astrid dan Lael.
***
"Jerry, kenapa basong kerja sonde becus. Polisi model apa basong ni. Jangan harap kotong nanti menikah. Tolong kerja yang jujur kaka dong e, nanti suruh Om supaya minta Bapa Kapolda bertemu dengan massa yang berorasi di depan Mapolda. Basong ada hati ko sonde? masa suster frater pastor bejemur di panas basong lipat tangan di AC’’ marah Lidya kepad Jerry saat kumpul keluarga.
"Lidya cukup. Jerry hanya melaksanakan perintah atasan. Dong tu hanya jaga sa dong son ada urusan dengan penyidikan tu" kata ibunya. "Ma ee b kecewa e kasus begini lama baru bilang Randy tersangka tunggal ni b rasa ke lucu, bikin sakit hati sa" kata Lidya.
"Sudah
nanti om berusaha ketemu Polda supaya sebelum dia ke Maluku dia bisa bertemu
dengan masa" kata ayahnya. "Bapa b talalu jengkel e kemarin. Masa polisi larang
katong ambil gambar ni pas rekonstruksi. Emangnya ada apa ni permainan busuk apa
di tubuh kepolisian zaman now?" kata Lidya bergetar.
Keluarga
Lidya berusaha menenangkan Lidya yang selalu mengikuti persoalan penemuan mayat
ibu dan anak di Penkase. Publik tidak setuju kalau Randy melakukan hal ini
seorang diri. Pasti ada pelaku lain yang sengaja tidak diungkapkannya.
Pada
beberapa minggu lalu aliansi terdiri dari 42 organisasi memadati Mapolda NTT
menuntut agar Polda menemui masa agar meminta kejelasan janji pak Kapolda untuk
segera mengusut tuntas masa ini. Sebab publik menilai ada permainan di belakang
kasus ini.
Hari
semakin senja, Lidya hanyut dalam kekecawaan terhadap kepolisian. Ia pun
mencoba menghubungi Filip agar bisa menulis tentang hal ini di media sebab ini
sangat melanggar kemanusiaan.
"Kak,
malam, kaka ikut berita kematian Astrid dan Lael ko?" chat Lidya. "Malam juga,
iya beta pantau sa di story" "Kaka kenapa sonde tulis di media?" "B sibuk sayang..(pesan dihapus) "Kenapa hapus pesan? jujur sudah kak e su begini lama son ada
kejelasan b su bosan menunggu" "Sorry salah tekan" "Ah bohong, lu ada……" pesan
tidak terkirim, bateri Hp Lidya mati.
Bersambung✍🎄
0 Comments