sanskertaonline.com |
Pesona waktu menebar aroma di tingkap-tingkap langit. Serombongan burung Nuri terbang melintasi garis khatolistiwa menuju peraduan jingga kelabu dikawal sang waktu yang membentang dari sulur fajar hingga senja.
Semilir bayu senja menitip pesona rindu yang dibubuhi rinai-rinai linangan air mata yang membasahi pipi para sujana tentang sebuah
petualang cinta para musafir kasih yang mengungsi menuju peraduan hati Sang Pencipta.
Kalung-kalung
hari terkulai di sekujur kisah petualangan waktu para musafir untuk
menemukan seberkas janji yang terselib di dalam mimpi para peraih impian dan harapan. Hidup mereka laksana lembayung yang mekar di waktu fajar dan layu di waktu senja.
Sang
surya beranjak mendekati senja. Bersama semilir sang bayu, ia menembusi benteng
jingga menuju ke peraduannya. Dalam kisah kelana para peramu cinta jalanan yang
telah dimulai sejak fajar menyingsing hingga senja menepi di taman sang
pencipta.
Hiruk-pikuk
hidup tak terbendung. Semua orang mengejar mimpi mereka tanpa batas. Siang dan
malam tiada lagi gulita. Terang benderang menyelimuti hati baik siang maupun
malam. Para pengais rezeki bekerja siang malam demi sesuap nasi untuk menyambung
nyawa di hari yang mendatang.
Pesona
Sumba tak mampu menahan Vera begitu lama. Ia meninggalkan kampung halaman
menuju Kupang untuk melanjutkan impiannya yang tertunda. Setelah menikamati
libur panjang di Sumba, ia sudah rindu ingin berkumpul kembali bersama teman-teman di Kupang.
“Selamat
malam teman-teman, apa kabar semua?” chat Vera di dalam grup. “Malam juga Vera,
apa kabar dan kapan pulang ni?” balas Lidya. “Beta sudah di pelabuhan ni sedang
antri ke dalam kapal” kata Vera. “Hmm jangan lupa bawa oleh-oleh” balas Karel.
“Awiii beta lupa” kata Vera. “Na kalo gitu
oleh-oleh Rambu Sumba punk no wa do hhh” kata Vian. “Aiiii jangan e, belis Rambu Sumba katong bisa-bisa mati badiri hhh”
Vera
sudah rindu Kupang. Selama beberapa minggu di Sumba ia tidak mengakses internet dan malam ini di dalam grup semua membahas kemunculan Vera di
dalam grup. Semua bergembira namun sebagian sudah berada di kampung halaman.
***
Derik
jangkrik cetar membahana di sekitar rumah Lidya. Hening menyelimuti setelah
keluarga besar kembali membuat arisan di rumah sekaligus membahas masa depan
Lidya dan Jerry. Burung-burung tak lagi berkicau. Mereka telah bertengger dahan
pohon diselimuti pekat malam.
Bintang-gemintang
tak bersinar sebab halimun malam menyelubungi sebab musim hujan telah tiba. Kuntum-kuntum mawar mekar memesona di taman
yang dirawat Lidya setiap kali ia kembali dari kuliah. Taman ini adalah tempat
ia menemukan mimpi untuk hidupnya di masa depan nanti.
“Lidya
siap semua berkas supaya bisa masukan ke kantor bapa” kata ayah Lidya. “Baik
bapa, beta belum legalisir ijazah bapa” kata Lidya. “Ok, nanti kamu urus dengan
Jery biar bapa yang kontak” kata ayahnya. “Aii biar b urus sendiri sa bapa.
Nanti b dengan Vera kebetulan dia su pulang dari Sumba” “sonde usah biar kamu
lebih mengenal Jerry” kata ayahnya.
Di dalam arisan keluarga, nama Lidya dan Jery sudah dibahas. Namun pembahasan dalam bahasa daerah sehingga Lidya tidak mengerti dan juga ia sibuk di dapur dengan ibu-ibu. Keluarga berencana agar keduanya dalam waktu dekat bisa diadakan acara adat peminangan secara budaya Sabu.
Meski
demikian, Lidya sudah menaruh curiga bahwa dalam arisan ada rencana untuk menjodohkan
mereka berdua. Namun ia sengaja tidak mengetahuinya. Lidya tidak ingin diatur dalam
hal cinta. Ia ingin menemukan cintanya sendiri tanpa intervensi orang lain
dalam hidupnya. Bagi Lidya dukungan orang tua cukup menyetujui ke mana hatinya
berlabuh kelak.
“Malam
Filip, beta mau curhat” chat Lidya. “Malam juga, karmana Li?” balas Filip. “Ini
soal berat dan b mau ketemu baru bisa cerita langsung b son enak bicara lewat
media” kata Lidya. “Baik nanti b luangkan waktu katong katumu di Taman Tirosa
baru curhat” kata Filip. “Baik makasih banyak beb hhh.”
***
Ande
menikmati keindahan masa top bersama beberapa pastor yang baik hati. Ia diberi
kebebasan untuk berekspresi dan ia juga ditugaskan untuk mengurus OMK dan
misdinar. Setiap hari Sabtu, ia mengumpulkan anak-anak OMK di aula paroki untuk
membicarakan rencana di dalam OMK untuk membuat kegiatan.
Dan
setiap hari minggu sore ia bersama dengan anak-anak misdinar untuk membahas
tentang liturgi gerja yang baik dan benar. Kedua tugas ini ia jalankan dengan semangat tidak
seperti di seminari yang cenderung terlambat dan mengantuk.
Ia
juga membagi jadwal agar para misdinar saling memimpin dalam latihan ajuda. Dan
jika ada yang tidak dimengerti, maka mereka boleh bertanya kepada fr top
ataupun romo moderator OMK. Tugas dan tanggung jawab ini ia laksanakan dengan
dukungan para pastor.
Bersama
dengan OMK, Ande membuat pembagian kelompok untuk mengatur parkir
dan usaha dana untuk menghidupi OMK di paroki. Namun satu hal yang kurang dari
Ande adalah ia cepat jatuh hati dan mudah mengikuti kehendak OMK.
“Malam
semua, apa kabar hari ini?” chat Ande dalam grup toper. “Malam juga, kabar
baik-baik sa” balas Filip. “Mana bilang mau cerita lama mati” kata James. “Ai
bro beta cape makanya mau cerita ju cepat mengantuk hhh” “ai bilang ada jatuh
cinta bilang mengantuk ais tu anak OMK dong
son ada yang gaul ko pi turunkan selera ke misdinar hhh” ejek Filip. “Ih
begini beta son mau curhat” balas Ande. “Neu cerita su “ kata James.
Ande
pada tahun pertama masa top ia mampu mengendalikan mata dan perasaannya namun
pada beberapa bulan lalu ia menjumpai seorang misdinar yang baru dan selama ini di Jakarta yang baru saja pindah ke Kupang. Misdinar itu dari postur
tubuh ia kelihatan seperti OMK namun sebenarnya mata Ande tertipu.
“Pas
katong ada makan bersama dengan KUB mereka yang tanggung koor to, b mau tanya
dia hanya son sempat. Pas mau dekat dia pu mama panggil” kata Ande. “Ai,,, bro
sekolah baik-baik ko jadi uskup e hhhh” kalo hal begitu bro son bisa harus
berguru banyak dengan yang di seminari menengah hhh” kata James. “Hm mulai sembarang
su bawa-bawa b punk nama. Ande cerita suu” sambung Filip. “Nah pas mau makan
to, b iko dari belakang nah pas b korek dia punk tangan mau tanya…..” Data
anda telah habis’ pesan masuk ke ponsel Ande.
Bersambung✍
0 Comments