Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

Jubah dan Luka ( Part 29)

 

sanskertaonline.com

Pesona waktu menebar aroma di tingkap-tingkap langit. Serombongan burung Nuri terbang melintasi garis khatolistiwa menuju peraduan jingga kelabu dikawal sang waktu yang membentang dari sulur fajar hingga senja. 

Semilir bayu senja menitip pesona rindu yang dibubuhi rinai-rinai linangan air mata yang membasahi pipi para sujana tentang sebuah petualang cinta para musafir kasih yang mengungsi menuju peraduan hati Sang Pencipta.

Kalung-kalung hari terkulai di sekujur kisah petualangan waktu  para musafir untuk menemukan seberkas janji yang terselib di dalam mimpi para peraih impian dan harapan. Hidup mereka laksana lembayung yang mekar di waktu fajar dan layu di waktu senja.

Sang surya beranjak mendekati senja. Bersama semilir sang bayu, ia menembusi benteng jingga menuju ke peraduannya. Dalam kisah kelana para peramu cinta jalanan yang telah dimulai sejak fajar menyingsing hingga senja menepi di taman sang pencipta.

Hiruk-pikuk hidup tak terbendung. Semua orang mengejar mimpi mereka tanpa batas. Siang dan malam tiada lagi gulita. Terang benderang menyelimuti hati baik siang maupun malam. Para pengais rezeki bekerja siang malam demi sesuap nasi untuk menyambung nyawa di hari yang mendatang.

Pesona Sumba tak mampu menahan Vera begitu lama. Ia meninggalkan kampung halaman menuju Kupang untuk melanjutkan impiannya yang tertunda. Setelah menikamati libur panjang di Sumba, ia sudah rindu ingin berkumpul kembali bersama  teman-teman di Kupang.

“Selamat malam teman-teman, apa kabar semua?” chat Vera di dalam grup. “Malam juga Vera, apa kabar dan kapan pulang ni?” balas Lidya. “Beta sudah di pelabuhan ni sedang antri ke dalam kapal” kata Vera. “Hmm jangan lupa bawa oleh-oleh” balas Karel. “Awiii beta lupa” kata Vera. “Na kalo gitu  oleh-oleh Rambu Sumba punk no wa do hhh” kata Vian. “Aiiii jangan e, belis Rambu Sumba katong bisa-bisa mati badiri hhh”

Vera sudah rindu Kupang. Selama beberapa minggu di Sumba ia tidak mengakses internet dan malam ini di dalam grup semua membahas kemunculan Vera di dalam grup. Semua bergembira namun sebagian sudah berada di kampung halaman.


***

Derik jangkrik cetar membahana di sekitar rumah Lidya. Hening menyelimuti setelah keluarga besar kembali membuat arisan di rumah sekaligus membahas masa depan Lidya dan Jerry. Burung-burung tak lagi berkicau. Mereka telah bertengger dahan pohon diselimuti pekat malam.

Bintang-gemintang tak bersinar sebab halimun malam menyelubungi sebab musim hujan telah tiba.  Kuntum-kuntum mawar mekar memesona di taman yang dirawat Lidya setiap kali ia kembali dari kuliah. Taman ini adalah tempat ia menemukan mimpi untuk hidupnya di masa depan nanti.

“Lidya siap semua berkas supaya bisa masukan ke kantor bapa” kata ayah Lidya. “Baik bapa, beta belum legalisir ijazah bapa” kata Lidya. “Ok, nanti kamu urus dengan Jery biar bapa yang kontak” kata ayahnya. “Aii biar b urus sendiri sa bapa. Nanti b dengan Vera kebetulan dia su pulang dari Sumba” “sonde usah biar kamu lebih mengenal Jerry” kata ayahnya.

Di dalam arisan keluarga, nama Lidya dan Jery sudah dibahas. Namun pembahasan dalam bahasa daerah sehingga Lidya tidak mengerti dan  juga ia sibuk di dapur dengan ibu-ibu. Keluarga berencana agar keduanya dalam waktu dekat bisa diadakan acara adat peminangan secara budaya Sabu.

Meski demikian, Lidya sudah menaruh curiga bahwa dalam arisan ada rencana untuk menjodohkan mereka berdua. Namun ia sengaja tidak mengetahuinya. Lidya tidak ingin diatur dalam hal cinta. Ia ingin menemukan cintanya sendiri tanpa intervensi orang lain dalam hidupnya. Bagi Lidya dukungan orang tua cukup menyetujui ke mana hatinya berlabuh kelak.

“Malam Filip, beta mau curhat” chat Lidya. “Malam juga, karmana Li?” balas Filip. “Ini soal berat dan b mau ketemu baru bisa cerita langsung b son enak bicara lewat media” kata Lidya. “Baik nanti b luangkan waktu katong katumu di Taman Tirosa baru curhat” kata Filip. “Baik makasih banyak beb hhh.”

***

Ande menikmati keindahan masa top bersama beberapa pastor yang baik hati. Ia diberi kebebasan untuk berekspresi dan ia juga ditugaskan untuk mengurus OMK dan misdinar. Setiap hari Sabtu, ia mengumpulkan anak-anak OMK di aula paroki untuk membicarakan rencana di dalam OMK untuk membuat kegiatan.

Dan setiap hari minggu sore ia bersama dengan anak-anak misdinar untuk membahas tentang  liturgi gerja yang baik dan benar. Kedua tugas ini ia jalankan dengan semangat tidak seperti di seminari yang cenderung terlambat dan mengantuk.

Ia juga membagi jadwal agar para misdinar saling memimpin dalam latihan ajuda. Dan jika ada yang tidak dimengerti, maka mereka boleh bertanya kepada fr top ataupun romo moderator OMK. Tugas dan tanggung jawab ini ia laksanakan dengan dukungan para pastor.

Bersama dengan OMK, Ande  membuat pembagian kelompok untuk mengatur parkir dan usaha dana untuk menghidupi OMK di paroki. Namun satu hal yang kurang dari Ande adalah ia cepat jatuh hati dan mudah mengikuti kehendak OMK.

“Malam semua, apa kabar hari ini?” chat Ande dalam grup toper. “Malam juga, kabar baik-baik sa” balas Filip. “Mana bilang mau cerita lama mati” kata James. “Ai bro beta cape makanya mau cerita ju cepat mengantuk hhh” “ai bilang ada jatuh cinta bilang mengantuk ais tu anak OMK dong  son ada yang gaul ko pi turunkan selera ke misdinar hhh” ejek Filip. “Ih begini beta son mau curhat” balas Ande. “Neu cerita su “ kata James.

Ande pada tahun pertama masa top ia mampu mengendalikan mata dan perasaannya namun pada beberapa bulan lalu ia menjumpai seorang misdinar yang baru dan selama ini di Jakarta yang baru saja pindah ke Kupang. Misdinar itu dari postur tubuh ia kelihatan seperti OMK namun sebenarnya mata Ande tertipu.

“Pas katong ada makan bersama dengan KUB mereka yang tanggung koor to, b mau tanya dia hanya son sempat. Pas mau dekat dia pu mama panggil” kata Ande. “Ai,,, bro sekolah baik-baik ko jadi uskup e hhhhkalo hal begitu bro son bisa harus berguru banyak dengan yang di seminari menengah hhh” kata James. “Hm mulai sembarang su bawa-bawa b punk nama. Ande cerita suu” sambung Filip. “Nah pas mau makan to, b iko dari belakang nah pas b korek dia punk tangan mau tanya…..” Data anda telah habis’ pesan masuk ke ponsel Ande.


Bersambung

Post a Comment

0 Comments