Toleransi dan intoleransi, dua kata yang saling meniadakan. Jika ada toleransi, maka tidak ada intoleransi demikian sebaliknya, jika ada intoleransi maka tidak ada toleransi.
Toleransi dan intoleransi dalam pengertian dunia dewasa ini sudah sangat dipersempit maknanya. Pemahaman kita tentang toleransi hanya berkaitan dengan soal agama dalam hidup bersama.
Toleransi dipahami sebagai bentuk kongkret hidup rukun dalam persaudaraan tanpa saling melukai satu sama lain dan intoleransi dipahami sebagai bentuk yang bertentangan dengan kehidupan yang aman damai dan rukun.
Namun, dari dua pernyataan dan dua pengertian di atas, kita hendaknya tidak boleh gegabah dalam mengambil kesimpulan. Sudah barang tentu kita menyimpulkan secara gamblang bahwa toleransi baik dan intoleransi buruk.
Apakah kita hanya berhenti pada penyataan demkikian? Dalam tulisan ini, penulis mencoba mengkaji secara akal sehat bahwa tidak selamanya toleransi itu baik dan juga tidak selamanya intoleransi itu buruk.
Horizon Berpikir Baru
Pada kesempatan ini, penulis ingin membuka horizon berpikir yang baru dalam memahami arti toleransi, sembari bercermin dari realitas yang sedang kita jumpai di dunia dewasa ini.
Dalam kajian ini, kita tidak hanya berkutat pada pengertian toleransi yang dimengerti oleh relasi timbal balik antara sesama manusia yang berbeda etnis, budaya, agama dan ras dengan kita.
Pada kajian ini, toleransi dan intoleransi akan dibatasi pada pergumulan diri dan realitas keberadaan kita sebagai makhluk yang utuh di dalam relasi dengan sesama yang mempunyai kesamaan identitas baik budaya, agama dan relasi kekeliargaan.
Secara etimologis, kata toleransi berasal dari Kata Latin "Tolerare: Sabar, menahan diri dan membiarkan."
Melihat terimologi toleransi, kita langsung menyimpulkan bahwa toleransi itu baik dalam konteks kenegaraan di Indonesia.
Namun, apakah ada yang pernah berpikir bawa toleransi juga berbahaya? Dalam ramuan ini saya mengajak kita melihat bahaya toleransi.
Bahaya Toleransi
Dalam kajian filsafat, segala hal dan femomena yang terjadi di lapangan dilihat dengan kaca mata ilmiah dengan mengandalkan kemampuan kerja akal budi manusia.
Demikian, kajian "Toleransi dan Bahayanya" adalah kajian sederhana filsafat toleransi yang mengupas pengertian filsafat berdasarkan akal budi manusia tanpa melihat unsur lain.
Maka, dalam kajian ini, penulis mencoba menggali dan mengkaji pengertian filosofis dari toleransi yang berkembang di Indonesia dalam horizon dan cakrawala berpikir yang baru.
Tulisan bukan suatu karya untuk membenarkan adanya intoleransi di Indonesia namun lebih dari itu, tulisan ini ingin membuka cakrawala berpikir yang baru tentang konsep toleransi yang benar dan mencakup seluruh aspek hidup manusia.
Toleransi itu ibarat makan nasi dan minum kopi. Setelah makan dan minum, kita kenyang namun kita menyadari bahwa kandungan nasi mengandung gula dan berpotensi mendatangan diabetes.
Demikian juga kandungan kopi terdapat kafein. Jika dikonsumsi berlebihan maka akan mengakibatkan naiknya asam lambung bagi mereka yang menderita penyakit asam lambung.
Hal yang sama berlaku juga dalam mengkonsumsi obat-obatan. Ketika orang mengkonsumsi secara berlebihan obat-obatan dengan dalih sembuh justru yang ia tuai adalah terjadinya overdosis dan menyebabkan kematian.
Demikian halnya dengan toleransi. Kemampuan bahasa yang terbatas, tidak mampu menjelaskan secara lengkap apa yang kita jumpai dalam realitas dunia. Sama halnya dengan pengertian toleransi.
Dari pengertiannya, toleransi memiliki keterbatasan. Mengapa terbatas? Sebab selama ini toleransi dipahami sebatas relasi antarumat beragama dan hemat penulis, ini sangat dangkal.
Dan kedangkalan berpikir biasanya membahayakan diri dan orang lain. Dalam kajian ini penulis mencoba memperluas arti toleransi dan tidak semua lini kehidupan harus diterapkan konsep toleransi.
Toleransi & Krisis Identitas
Banyak orang mengalami krisis identitas oleh karena toleransi. Keluarga-keluarga yang sangat liberal berpotensi menjadikan anak-anak krisis identitas.
Identitas budaya dan adat istiadatnya menjadi terancam karena orang tua terlalu toleran dengan anak-anak yang bebas menggunakan ponsel dan motor. Hal ini membuat anak-anak tercabut dari akar budaya.
Banyak bahasa dan adat istiadat yang mati di tangan para pewarisnya oleh karena toleransi budaya yang berlebihan. Anak-anak berlagak seperti orang asing namun dibiarkan saja.
Apa itu bahaya toleransi budaya? Bahayanya adalah para generasi tidak diajarkan adat-istiadat budaya dan bahasa setempat. Kebiasaan ini sangat toleran dengan anak-anak dalam budaya dan istiadat menghasilkan generasi tak berbudaya.
Jangan jadikan pluralitas sebagai alasab untuk mendidik anak-anak menjadi pribadi yang tahu identitas budaya dan bahasanya. Banyak orang tua melarang anak-anak berbicara dalam bahasa daerahnya. Ini adalah toleransi yang keliru terhadap budaya. Ketika budaya mati, mati pula filsafat dan kekayaannya.
Perlu menjaga budaya dan adat istiadat setempat agar proses peradaban terus berlanjut hingga ke generasi yang akan datang. Menghormati budaya orang lain itu baik dan alangkah baiknya jika budaya kita tetap lestari.
Bahaya Pada Agama
Toleransi berlebihan pada agama juga mengakibatkan krisis iman. Pada goresan ini, penulis ingin membuka cakrawala beriman yang baru. Bahwa toleransi tidak terbatas pada penghormatan kepada agama lain namun juga perlu untuk menghormati ajaran sendiri.
Gereja pada abad-abad pertengahan, toleransi sama sekali tidak dikenal. Hal ini dikarenakan gereja masih menaganut paham "extra ecclesia nulla salus" di luar gereja tidak ada keselamatan.
Namun setelah jauh melangkah, banyak orang salah memahami arti toleransi. Sehingga kesalahan itu berdampak pada penurunan jumlah umat dan kualitas beriman umat.
Toleransi telah merusak kemurnian iman. Dengan adanya toleransi dalam berimaan, maka banyak orang memilih untuk tidak beragama. Pemahaman yang keliru ini hendak diluruskan dalam tulisan ini agar tidak berlebihan dengan toleransi pada mereka yang membangkang.
Sebagai contoh, negara-negara Timur Tengah mencoba mengekang dan mengurangi toleransi pada umatnya dan hasilnya adalah kemurnian iman terjaga dan bahaya atheisme teratasi. Singkatnya negara tanpa toleransi bagi umat menjadikan kemurnian agama tetap terjaga.
Dengan demikian negara dengan toleransi yang rendah, peluang atheis untuk bertumbuh sama sekali tidak mendapat tempat. Dan sampai di sini, toleransi yang rendah ada manfaatnya.
Toleransi: Peluang Atheis dan Apatis
Negara-negara maju sudah jugs maju dalam pengamalan toleransi. Namun mereka tidak membaca bahaya toleransi yang ada dalam kaca mata iman.
Toleransi pada taraf tertentu bernada "bebas" dengan menerapkan toleransi, kita melegalkan kebebasan bagi orang untuk tidak beragama (atheis) kebebasan orang untuk tidak beriman (agnostik).
Singkatnya toleransi pada pengertian ini menciptakan ruang bagi orang untuk tidak beragama dan tidak beriman. Apakah harus dihormati? Benar penghormatan atas nama kemausiaan pantas namun dalam kaca mata budaya adat istiadat dan agama, toleransi semacam ini berbahaya.
Toleransi yang diterapkan di Eropa telah merusak kemurnian agama. Banyak orang memilih tidak beragama dan menjual seluruh aset agama karena tidak ada minat dalam beragama.
Bahaya Toleransi Dalam Pendidikan
Bahaya lain dari toleransi adalah pada dunia pendidikan. Di dalam dunia pendidikan, toleransi tidak dibutuhkan pun tidak masalah. Banyak keluarga sangat toleran dalam mendidik sehingga apa pun yang anak inginkan dipenuhi.
Pendidikan tidak cukup dengan memenuhi keinginan anak. Kebiasaan torelansi pada anak yang berlebihan, akan menciptakan dan melahirkan "raja-raja dan bos-bos kecil" dalam rumah.
Oleh sebab itu setiap keluarga harus bijak dalam mendidik anak sehingga anak menjadi pribadi yang tangguh dalam persaingan global.
Dengan demikian, tulisan ini tidak membicarakan konsep toleransi dengan kelompok lain. Toleransi yang dibahas dalam tulisan ini adalah bahaya toleransi terbatas dalam keluarga dan sesama penganut agama.
Dan boleh kita katakan sebagai toleransi atap di mana hanya berkaitan dengan keluarga dan orang-orang yang memiliki kesamaan dalam budaya, politik dan agama. Maka, jelas bahwa toleransi juga ada bahayanya.
Demikian bahaya dari toleransi ad intra dan intoleransi ad extra. Toleransi ad intra berbahaya. Toleransi ad extra berdaya. Intoleransi ad intra pantas dan intoleransi ad extra harus dipangkas.
Tabe⚘✍
0 Comments