Ketika melintasi Bonipoi Kota Kupang, kita
akan disuguhkan dengan satu monumen bersejarah penting yakni patung seorang
berkuda. Di kaki monumen itu terdapat goresan kenangan berbunyi ‘Monumen Pahlawan SONBAI . diresmikan oleh Bapak Gub KDH Tk I NTT
pada Tgl 31 Juli 1976.
Raja Sobe Sonbai III adalah salah satu tokoh
pejuang melawan Belanda di Timor Barat. Sampai hari ini, pemerintah masih
berupaya untuk memperjuangkan nama Sobe Sonbai digelari “Pahlawan”. Melalui data-data yang ada dan kesaksian
keturuannya, Sobe Sonbai III layak mendapat gelar pahlawan.
Pemerintah Kota Kupang melalui wakil walikota, dr
Herman Man sedang memperjuangkan agar Sonbai segera mendapat gelar pahlwan.
“Ini bukan sebuah situs kepahlawanan biasa. Tetapi salah
satu situs kepahlawanan di Timor melawan penjajah Belanda. Pemerintah Kota
Kupang berupaya memperjuangkan sampai tingkat pusat agar Raja Sobe Sonbai III
menjadi pahlawan nasional.”
Peryataan ini disampaikan pada saat peringatan 98
tahun kematian Sobe Sonbai 22 Agustus 2020 di makamnya yang baru ditemukan
secara ajaib oleh keturunannya.
P. Gregor Neonbasu, SVD juga mengatkan bahwa tidak
sulit untuk menetapkan Raja Sobe Sonbai III sebagai pahlawan Nasional. Karena ada
data-data empiris yang menunjukan bahwa dia sesungguhnya adalah pahlawan.
Nama Sonbai bagi kalangan budayawan dan sejarahwan
adalah nama yang keramat dan perkasa. Nama ini hilang dari goresan zaman karena
budaya literasi pendokumentasian yang masih lemah dan kurang diminati. Dokumen
tentang Sonbai sangat minnim sebab tidak banyak sumber tertulis yang bisa
dijadikan referensi terpercaya selain tuturan adat dari para tetua adat Timor.
Namun nama Sonbai di kalangan Milenial sangat asing
dan tidak menimbulkan decak kagum apa pun sebab nama itu tidak biasa
diperdengarkan kepada mereka dan tidak menarik untuk dibicarakan atau sekadar
menjadi bahan gosip. Ia ibarat besi tua yang tersimpan dalam gudang yang tak
lagi dikenal.
Kendati demikian, kita mencoba meramu
tulisan-tulisan yang bersileweran di padang maya yang sedikit memberi informasi
tentang sosok yang diabadikan di Patung Kuda Bonipoi Kota Kupang. Menurut
kesaksian, sosok tersebut adalah Raja Sobe Sonbai III. Ia adalah raja Timor
yang berkuasa di Timor Barat menjelang kemerdekaan RI.
Konon, Sobe Sonbai III raja yang menolak menandatangani Korte Verklaring; surat takluk kepada Belanda. Surat
ini berisi dekret penyerahan seluruh wilayah Timor kepada Belanda. Penolakan
Sonbai tidak didukung oleh raja-raja kecil lainnya sehingga sampai pada awal
tahun 1900-an, sudah terdapat 73 penguasa Timor yang tunduk dan
menandatanganinya.
Sobe Sonbai III adalah salah satu raja Timor
yang sangat berpengaruh dan menjabat sebagai Maharaja di Kerajaan Oenam dengan ibukota
Kauniki Fatuleu, Kupang. Sikap Sonbai membakar amarah Belanda
sehingga mereka menghimpun lebih banya prajurit dari kaum pribumi khususnya
dari Rote.
Belanda menempatkan orang-orang Rote dan Sabu di
sepanjang pesisir pantai Timor hingga Sanpalo (Camplong) untuk membendung
pergerakan Sonbai dan prajuritnya. Melihat strategi Belanda untuk
melumpuhkannya, Sobe Sonbai III memerintahkan penyusunan strategi
perang melawan Belanda bersama seluruh rakyat.
Pasukan Sonbai mulai membangun 3 benteng
pertahanan yaitu Benteng Ektob di desa Benu, Benteng Kabun di desa Fatukona dan
Benteng Fatusiki di desa Oelnaineno. Setiap benteng dijaga ketat oleh meo-meo
dari setiap suku.
Dalam dinasti kerajaan Sonbai, Sobe Sonbai III
merupakan raja kelima belas dan merupakan raja terakhir yang kemudian
dihilangkan jejaknya oleh Belanda ketika memasuki awal abad XX. Sehingga
Kerajaan Sonbai begitu tangguh untuk ditaklukkan.
Pada tahun 1818, Residen Timor, J. A. Hazaart, yang
berkedudukan di Kupang melakukan serangan militer terhadap wilayah kerajaan
Sonbai dan juga berhasil menguasai pantai Atapupu yang terletak di pantai
utara Timor, yang sebelumnya dikuasai oleh Portugis.
Keturunan Sonbai di Makamnya |
Serangan terus dilakukan hingga satu dasawarsa
berikutnya atau sampai tahun 1828, namun serangan tak dapat menaklukkan
kekuasaan Kerajaan Sonbai. Sehingga selama abad ke-19, kekuasaan Belanda hanya
terpusat di wilayah Kupang dan sekitarnya.
Perlawanan Sobe Sonba’i III memuncak saat serangan
ke Bipolo yang kemudian dikenal perang Bipolo dan kemenangan diraih oleh Sobe
Sonbai III, sehingga memancing Belanda menghimpun kekuatan besar untuk melakukan
serangan balasan terhadap Sobe Sonba’i III.
Pada tahun 1905, dengan perlengkapan perang yang
memadai pasukan Belanda dapat menembus tiga benteng dan menyerbu kediaman Sobe
Sonbai III. Beliau akhirnya takhluk dan ditangkap pada tahun 1907 di benteng
pertahanan terakhirnya yakni Benteng Fatusiki di Desa Oelnaineno
lalu direbut Belanda.
Berdasarkan keputusan pengadilan, Sobe Sonbai III, kemudian diasingkan ke Waingapu, Sumba selama setahun. Setelah itu Sobe Sonbai III berhasil kembali ke Kauniki, kemudian ditangkap dan ditawan di Kupang hingga meninggal dunia, dalam status sebagai tawanan perang.
Sobe Sonbai III ditembak mati pada 22 Agustus 1922 dan menurut data sejarah dimakamkan di Fatufeto. Namun untuk menghindari nasionalisme penduduk pribumi, maka Belanda menyamarkan makam sang pahlawan dan hingga kini tiada satu orang pun yang tahu pasti keberadaan makamnya.
Baru pada tahun 2020 melalui ritual adat
keturunan Sobe Sonbai III, mereka mendapat petunjuk bahwa Sang Pahlawan
dikuburkan di lahan kosong, tepatnya di belakang rumah jabatan Wakil Gubernur
NTT dan belakang RS Tentara Wirasakti Kupang.
Dengan demikian misteri makam yang hilang ditemukan kembali setelah 98 tahun. Sobe Sonbai III adalah pahlawan NTT tanpa gelar “Pahlwan” kita terus menanti proses pengangkatannya menjadi pahlwan Nasional Indonesia. Pahlwanku, Inspirasiku! Selamat Hari Pahlawan ke-76.
Makam Raja Sobe Sonbai III |
0 Comments