Renungan harian Katolik |
Tulisan terdahulu saya, tentang batas akhir hidup manusia di hadapan kematian. Dan kita diminta untuk menjaga pola laku kita di hadapan sesama.
Pada bagian ini, saya menulis tentang hakekat dari sebuah pemberian. Tulisan ini berangkat dari teks Injil Mark 12:41-44 tentang kisah pemberian si janda miskin.
Bacaan ini direnungkan oleh saudara-saudari kita Gereja Katolik sejagat di hari minggu biasa ke XXXII (32).
Saya berpikir refleksi tentang memberi perlu untuk segenap umat manusia tanpa batasan dan sekat tertentu.
Yang Sedikit, Itulah yang Banyak.
Menurut logika manusia yang banyak itu baik dan yang sedikit itu kurang baik. Untuk memahami ini mari kita teliti teks Injil tadi.
Dikisahkan dalam Injil bahwa si janda memberi dua peser dari seluruh miliknya. Artinya meski dari segi jumlah sangat amat kecil namun dari segi mutu pemberian itu amat mahal harganya.
Ini berbeda dari pemberian orang yang "berada" dengan nominal 1 juta. Sepintas kita berpikir bahwa orang yang memberi derma di atas 100 rb adalah yang paling besar.
Jangan cepat mengambil kesimpulan demikian sebab pemberian semacam itu belum tentu bernilai tinggi sebab, bisa saja ia menggunakan 5 jt untuk kejahatan, beli narkoba, "main nona" dan aneka kejahatan lainnya. Sedangkan untuk gereja hanya 100 rb.
Memberi Karena sesuatu: Do Ut Des
Pernahkan kita memberi sesuatu kepada orang lain? Apa yang tertanam di benak ketika memberi sesuatu? Tentu ada intensi untuk mendapat sesuatu.
Sebagai contoh, seorang politisi memberi karena ingin mendapat suara dan dukungan agar terpilih kembali dalam pemilu berikut.
Contoh lain, seorang yang bukan suami atau isteri, menyerahkan tubuh kepada orang yang bukan pasangannya bukan semata-mata karena cinta tetapi karena uang.
Jadi seorang PSK menyerahkan tubuhnya kepada lelaki hidung belang bukan karena cinta tetapi karena uang. Dengan demikian, jelaslah bahwa pemberian dengan intensi tertentu nilainya sangat rendah.
Oleh sebab itu prinsip do ut des: Saya memberi untuk saya menerima adalah pemberian yang semata-mata hanya untuk mendapat sesuatu yang lain. Nilainya sangat sedikit.
Berkorban: Memberi Tulus dan Tuntas
Aspek fundamental dari sebuah pemberian adalah pengorbanan. Memberi itu sendiri kita tidak berkorban sebab yang hilang dari kita hanyalah barang.
Berkorban tidak hanya memberi sesuatu tetapi seluruh diri diberikan yakni waktu dan tenaga. Kita berkorban nilainya jauh lebih tinggi daripada sekadar memberi.
Jadi dalam realitas kita, memberi barang tertentu bertujuan untuk mendapat keuntungan tertentu. Namun dengan berkorban kita memberi pikiran, perasaan dan hidup kita untuk orang lain.
Mari berkorban dari hal-hal yang sederhana dan hindari mental dan prinsip do ut des. Sebab hidup kita dibatasi oleh waktu. Berkorbanlah bagi sesama selagi masih ada waktu sebab kita adalah makhluk sosial dan beriman.
Matani, 7 November 2021⚘🌻
0 Comments