Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

Peluk Penderitaan


Maria berduka
(Puisi Mahligai Cinta)

Saya membuka renungan ini dengan membacakan sebuah puisi yang mengisahkan kedekatan seorang  anak dengan ibunya. Mengapa demikian? Karena hari ini, gereja merenungkan peringatan wajib Bunda Maria Berdukacita. Dalam kalenderium Liturgi ada dua bacaan Injil yang disodorkan kepada Gereja yakni dari Yohanes 19:25-27 dan Luk 2:33-35.

Kedua bacaan ini memiliki keterkaitan erat. Mereka berkisah soal Pengalaman Bunda Maria bersama Puteranya Yesus Kristus. Di dalam Injil Lukas, dikisahkan tentang ramalan Simeon akan pedang penderitaan yang akan ia hadapi Maria kelak. Dan dalam Injil Yohanes, dikisahkan tetang kepenuhan ramalan Simeon, di mana ia menyaksikan Puteranya wafat di salib.

Saya ingin menggarisbawahi beberapa poin penting dari bacaan Injil hari ini. Pertama, Peluk penderitaan. Kedua, berdamai dengan tantangan dan kesulitan. Ketiga, hindari mentalitas cengeng dan protes.

Setiap orang pernah mengalami kesulitan, tantangan dan penderitaan. Jika tidak pernah berarti orang itu mati rasa. Lantas bagaimana menyikapi setiap kesulitan itu. Apakah lari ke dukun, lari tempat prostitusi, atau bunuh diri. Setiap tantangan selalu ada solusi. Sebab, Tuhan tidak menjanjikan langit selamanya biru,  dan laut selalu teduh.

Tuhan selalu menyiapkan solusi bagi manusia untuk menghadapi setiap persoalan yang ada. Solusi akan datang setelah kita banyak belajar dari setiap pengalaman kesulitan. Penderitaan ada bukan untuk menghancurkan manusia tetapi untuk mendewasakan manusia.

Poin kedua yang ingin saya bagikan adalah harus berdamai dengan tantangan dan kesulitan. Caranya seperti apa. Caranya adalah tidak boleh melarikan diri dari tantangan yang ada. Harus mampu berdiri untuk menghadapinya meskipun itu sulit. Berdamai dengan kesulitan tidak sama arti dengan membiarkan kesulitan menguasi kita melainkan kenali persoalan dan hadapi dengan tenang.

Banyak orang  merasa putus asa karena tidak mampu menyelesaikan masalah mereka. Kuncinya adalah lapangkan hati untuk memeluk semua persoalan sambil mencari solusi terbaik. Sebab persoalan yang ada akan membuat kita lebih banyak berpikir dan mencari cara untuk berjuang.

Ketiga, hindari mentalistas cengeng dan protes. Kita hidup di zaman yang serba instan dengan segala kemudahan. Kita cenderung ingin cepat-cepat. Cepat keluar misa, cepat keluar dari kelas, capat wisudah dan segalanya serba cepat. Atau dalam berkomunikasi, kita cenderung ingin agar orang merespon lebih cepat.

Kebiasaan instan ini melahirkan mental cengeng dan protes. Siapa yang tidak pernah cengeng dan protes. Mama sudah siapakan makanan dibilangin tidak enak, maunya di KFC. Mama masak yang sama dibilangin terus-terus maunyan makan di pantai warna Oesapa. Jika keingingan tidak terpenuhi, maka mulai  protes, cengeng.

Protes dan cengeng kemudian menghasilkan manusia-manusia instan. Di jalananan tidak bisa bersabar ingin jalan cepat-cepat mendahului orang lain. Sehingga mencelakakkan orang  lain yang berhati-hati.

Bacaan injil dan peringatan yang direnungkan pada hari ini, mengundang kita untuk hidup dalam realitas yang ada. Kita harus terima semua realitas yang ada sebab kita masih di dunia. Kita mesti belajar banyak hal dari Bunda Maria yang telah menjadi contoh dan teladan iman.

Dengan kelembutan dan kesabaran untuk memeluk penderitaan, namanya tidak pernah hilang dari jejak sejarah iman. Ia selalu dikenang sebagai figur iman yang patut dicontohi dalam hidup. Hindari mentalitas mengeluh agar kita tidak dicap sebagai  orang beriman yang cengeng.

Post a Comment

0 Comments