Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

Kebaikan vs Kebenaran

 

Cianjurjurnal.con

Ada empat esensi kehidupan; kesatuan (unum), kebenaran (verum), kebaikan (bonum) dan keindahan (pulgrum).

Empat esensi ini, melekat erat dengan kehidupan manusia. Namun, dua hal yang sangat sensitif dalam kehidupan adalah "kebaikan" dan "kebenaran".

Daripada itu, sejenak merenung apakah kedua entitas ini sama atau berbeda.              Kita mencoba untuk menemukan titik kektuan dan kelemahan keduanya.

Kebaikan (bonum) berasal dari kata baik. Dan kebenaran (verum) akar katanya adalah benar. Merujuk pada dua pengertian ini, mana yang mesti diprioritaskan?

Kebaikan yang harus diutamakan atau kebenaran yang harus ditegakan. Namun untuk memahami lebih jauh,  mari kita mencerna kata-kata ini dalam bentuk contoh.

Secara "in se", segala sesuatu di dalam dirinya adalah baik. Kebaikan di dalam dirinya tidak melibatkan penilaian etis dalam kesadaran.

Demikian pula kebenaran secara "in se" segala sesuatu benar di dalam dirinya sendiri tanpa melibatkan pertimbangan kesadaran.

Baik kebenaran maupun kebaikan masing-masing berdiri dengan keunggulan masing-masing. 

Kebenaran selalu merujuk pada apa yang "tampak" berdasarkan apa yang telah disepakati. Bahwa menjalankan hukum adalah tindakan benar. Namun, apa yang benar secara hukum dan dipraktekkan secara buta, maka belum tentu itu baik.

Sebagi contoh: setiap orang yang mencuri harus dihukum (apa pun itu). Para hakim memvonis seorang janda yang mengambil beberapa potong kayu di kebun orang kaya. Secara hukum ia bersalah. Maka vonis yang dijatuhkan hakim itu "benar".

Namun, apakah itu baik? Belum tentu itu baik. Karena hukum tidak bisa dijalankan secara buta. Harus ada pertimbangan rasa dalam memvonis. Jika mengacu pada apa yang tertulis, itu benar tetapi jika mengorbankan kemanusiaan itu tidak baik.

Jadi, kebenaran sifatnya statis dan kaku tidak butuh ruang diskusi. Sementara kebaikan sifatnya dinamis dan dengan pendekatan hati, ia masih berbelas kasih.

Contoh lain; setiap agama mempunyai standar kebaikan dan kebenaran sendiri. Jika membunuh kafir itu benar menurut hukum agama,  maka tidak baik untuk ukuran kemanusiaan. 

Apa yang menjadi standar kebenaran kelompok tertentu belum tentu menjadi kebenaran  bagi kelompok lain. 

Di sini, letak kekuatan dan kelemahan kebaikan dan kebenaran. Singkatnya, kebenaran berasal dari akal budi sedangkan kebaikan berasal dari hati nurani.

Jangan lupa berbuat baik dalam kebenaran dan berbuat benar dalam kebaikan. Karena apa yang baik tidak selamnya benar dan apa yang benar tidak selamanya baik.

Post a Comment

0 Comments