Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

Jubah dan Luka

 

sanskertaonline.com

Lonceng kapela berdenting. Jam menunjukan pukul 05:00. Burung-burung gereja memadahkan kicauan merdu menyambut fajar baru. Si jago melantunkan antifon pembuka "kukuruyu" menanti mentari pagi. Suasana kota sunyi.

Para pemuda perkasa, calon imam Katolik bermadah memuliakan Tuhan pada ibadat pagi. Suara merdu menyelimuti langit-langit kapela. Syair dan bait-bait mazmur dan kidung didaraskan dengan lantang.

Dari meja sabda, mereka bergegas menuju meja makan. Tempat untuk mengisi kekuatan untuk melukis kisah hari ini. Pena dan buku kehidupan ada selalu untuk kisah yang tak bertinta. Dari meja makan, mereka bergegas menuju meja belajar.

Membaca dan menulis merupakan bagian yang melekat dalam diri seorang seminaris. Mereka menjadikan buku dan pena teman bercumbu. Kedekatan dengan pena dan buku melahirkan tulisan-tulisan menarik. Tidak sedikit orang ingin bersahabat dengan mereka karena wawasan mereka yang luas, bikin nyaman dan enak untuk ngobrol.  Semua sedang dalam gelindingan zaman   ketika sekat pemisah mulai runtuh oleh teknologi komunikasi.

Puisi dan cerpen adalah kekasih sukma  seminaris   tetapi tidak sedikit yang  ‘selingkuh’  dengan opini dan menulis buku. Pena dan kertas   sahabat seperjalanan dalam arungan panggilan sembari  dibaluti  doa dan kerja. ‘’Ora Et Labora’’ Kata St. Benediktus.

Di suatu senja yang teduh, Filip mengajak teman-temannya untuk membentuk kelompok menulis. Kelompok ini diharapkan untuk menghasilkan penulis-penulis muda yang andal. Tulisan-tulisan yang dibuat akan didiskusikan untuk dilayangkan ke media massa dan media online. Namun, rencana itu tidak terealisasi sebab, teman-teman  penulis lainnya sibuk menyelesaikan tugas akhir fakultas.

"Teman-teman bagaimana kalo katong bikin grup menulis supaya katong pu tulisan bisa dibaca semua orang’’. Pinta Filipus. ‘’B  ju mau, ma katong lagi sibuk urus skripsi ni’’, sahut Ande. Senja itu, mereka habiskan hanya membahas kelompok penulis. Namun, minat menulis yang dimiliki Filipus sudah terbaca sejak kelas peralihan, maka ia pun meminta seniornya untuk membuatkan blog pribadi untuk memosting tulisannya.

***

Pada medio Desember   2016, lalu,  Filipus dan teman-temannya menerima tanda kebesaran mereka. Dengan langkah yang gagah, mereka berarak menuju altar Tuhan untuk mengenakan jubah putih bak angsa putih. Haru dan linangan air mata menyelimuti orang tua para frater tak kala menyaksikan putra mereka mempersembahkan diri untuk Tuhan.

Selepas perayaan Ekaristi, setelah Filipus dan teman-teman mengambil gambar bersama keluarga, tiba-tiba terdengar suara lembut dari pojok sakristi. ‘’Angsa putih oo’’ sahut Olivia. Para frater  terpesona dengan keanggunann gadis itu dan penuh keheranan   dengan istilah angsa putih. Namun, James tersipu malu memandang wajah Olivia yang paras menawan.

Olivia sudah lama mengenal James sewaktu SMA di FB. Lalu pada kesempatan live in di Paroki Ratu Damai, ia mendapat tempat inap di KUB Ratu Rosario tempat Olivia berada. Dalam kesempatan katekese, James menceritakan satu kisah tentang  Angsa Putih.

‘’Dahulu, di Tibet, terdapat sebuah biara Budha yang terkenal. Syarat untuk masuk biara itu, harus laki-laki  berusia 5 atau 7 tahun. Semua biarawan sonde dapat izin untuk live in  seperti  katong saat ini. Pokoknya dong takurung sa di dalam biara. Pas waktu dong su besar semua, Biksu kepala bilang dong harus keluar jalan-jalan melihat situasi Tibet’’  Fr. James menghela nafas sejenak.

"Frater Tibet itu Tinus Beti ko’’ teriak Opa Titus sahabat karib  Tinus Beti yang sedang  menahan kantuk  di pojok  remang. Semua umat yang hadir pun tertawa terbahak-bahak memecah kesunyian malam. ‘’Titus, b pi lu pu kapala babunyi’’ teriak  Tinus yang tersadar setelah mendengar namanya disebut. Semua yang hadir sontak tertawa sekeras-kerasnya. Hehhe.

"Cukup-cukup kita lanjut lagi ceritanya’’ Frater meredam situasi  yang penuh keriuhan. ‘’Frater! lanjut cerita su, nasi su dingin’’ pinta Mama Meti, salah satu tokoh wanita yang sangat berpengaruh di wilayah itu. ‘’Jadi, b sambung cerita e..nah pas dong su keluar melewati satu sungai, dong ada liat kaka Nona dong ada bacuci di hulu. Pas sampai di tengah jembatan, salah satu dari biarawan itu tanya ‘bro kau tahu ko itu apa’ sambil tunjuk ke arah para gadis yang sedang mencuci.

Lalu Dalai menanyakan siapa kelompok cuci itu di biksu tua, ‘maaf tuan mereka itu apa’ ‘ooo itu angsa putih dari kampung sebelah’ jawab biksu santai’’ semua umat yang hadir tertawa terbahak-bahak. Terlihat beberapa gadis cemberut wajah karena para gadis disebut sebagai angsa putih.  Fr. James pun melanjutkan cerita ‘’Nah, pas waktu dong mau dikukuhkan jadi biksu permanen, kepala biksu bertanya ‘sebagai ungkapan syukur karena kalian telah menyelesaikan semua jenjang, maka kalian mau minta hadiah apa?'

Semua biksu muda hening sambil saling melirik. Terdengar bisikan dari samping "angsa putih’’ lantas mereka semua serentak berteriak ‘’kami mau hadiah angsa putih’’ tiba-tiba kepala biksu jatuh pingsan dan tak sadarkan diri’’ ‘’hhhhhhh’’ semua yang hadir tertawa terbahak-bahak.

Setelah katese, seorang gadis manis mendekati James ‘’Frater beta tersinggung, masa bilang angsa putih ini. Awas o jangan sampai  jatuh dengan angsa putih’’. Tak lama kemudian umat menjamu frater dengan kopi hangat sembari menikmati senyum rembulan di punggung awan.

Pada hari terakhir live in, Olivia menitipkan sebuah selendang dan secarik kertas di dalamnya yang berisi no Hpnya.  Setelah sekian tahun tak berjumpa, hari itu mereka bersua lagi. Olivia masih mengenang cerita angsa putih. Fr. James keheranan mengapa ia bisa hadir dan ternyata dia adalah saudari sepupu Fr. Ande.

***

Semilir bayu senja mengalun menuju ufuk barat. Tahun ajaran baru 2017 segera bergulir.  Para frater begegas mendaftar di fakultas. Hiruk-pikuk Kota tidak sehening TOR, taman-taman kota tertata rapih.  Jaringan internet terkoneksi di mana-mana. Para frater menyiapkan diri untuk mengikuti PKKMB di kampus utama.

Ribuan wajah tak dikenal menyelimuti kampus. Laki-laki dan perempuan berkumpul untuk menimba ilmu pengetahuan. Sesekali para panitia berlagak agak otoriter terutama kaum hawa. Hal itu mengundang emosi para frater.

"Cantik-cantik ma galak mati’’ kata Pito "hus diam-diam, mau kena gunting plontos ko ke fakultas lain hhhh’’ James meredam.

Hari semakin senja, PKKM tinggal  sehari lagi dan kisah beberapa hari ini meninggalkan jejak yang dalam.  Mereka kembali dengan kisah yang unik dan menarik ketika berhadapan muka dengan para panitia PKKMB yang cantik dan galak.

Para frater mengakhiri PKKMB dengan saling melempar no WA dengan para panitia tidak sedikit juga dengan para mahasiswa baru. Perkuliahan semester itu dimulai dengan sukacita besar.

***

Filipus menemukan dirinya semakin bersinar dalam dunia kepenulisan. Dalam semester pertama, tulisannya sudah dimuat di media massa dan media online. Beberapa pembaca tergugah terutama para mahasiswi. Beberapa di antara mereka mencari akun facebooknya untuk membangun ruang diskusi menulis.

Filipus kemudian membentuk kelompok sastra ‘’Lopo Literasi’’.  Ia semula membuat grup FB lalu kemudian membuat grup wa. Peminat literasi cukup banyak. Setiap malam minggu mereka berdiskusi dalam grup. Lalu pada minggu terakhir mereka berjumpa di Pantai Lasiana untuk merencanakan program literasi.

Pertemuan yang rutin melahirkan kebiasaan dan tumbuhlah cinta. Lidia, gadis manis asal Sabu secara diam-diam mengagumi Filipus. Selepas diskusi entah di grup atau di tempat tertentu, ia selalu berkesempatan untuk ngombrol lempas dengan Filipus. Selain paras Filipus yang rupawan, ia juga seorang yang rendah hati. Hal ini kemudian memikat hati Mahasiswi Universitas Nusa Karang, ini.

Rembulan malam merayu. Hasrat jiwa memetik gemintang apalah daya tangan tak jangkau.  Semilir angin malam menusuk sukma. Jantung  berdegup begitu kuat ternyata ada pesan WA masuk "Dari Lidia. Yes!" Filipus penasaran dengan isi pesan. Ketika hendak mengambil Hp, lonceng kapela memanggil "Ibadat penutup!"  

Bersambung.

Post a Comment

4 Comments