Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

Autobiografi Singkat



1.      Identitas Diri
Namaku Yohanes Adrianus Siki, Aku dilahirkan di Kampung Tes, Desa Napan pada 15 Juni 1994. Kemudian dibaptis di Kapela Stasi St Antonius Padua Tes oleh P. Antonio Frey, SVD pada 28 September  1995. Ayahku menamai aku bukan berdasarkan pada orang kudus yang dirayakan pada tanggal hari itu. Sampai sekarang aku belum menemukan jawaban mengenai latar belakang namaku ini. Apakah Yohanes ini nama dari Penginjil atau pembaptis, lalu Adrianus ini apakah nama dari Paus atau Kaisar ? selain aku terlahir dari keluarga Katolik Roma yang setia, aku juga dilahirkan di tengah lingkungan yang bebudaya. Aku dibesarkan di tengah Etnis Dawan. Ya, etnis terbesar di Timor Barat yang terbentang dari Belu hingga Kupang. Dalam budaya Dawan, setiap anak yang lahir harus mengenakan nama budaya.
Nama budaya yang dimaksud adalah nama bayi diambil dari seorang leluhur yang telah lama meninggal. Dan penamaan itu dilakukan melalui jalan divinasi kani, mimpi, penyakit, tangisan dan membaca usus ayam. Istilah yang tekenal di Napan adalah Kan Nitu dan Tamak. Kan Nitu berarti nama leluhur dan tamak berarti masuk. Artinya nama leluhur yang telah lama meninggal dimasukkan namanya kepadaku agar aku dijaga dan dilindungi selama proses pertumbuhanku. Konsep inipun berlaku dalam kekristenan tenang nama pelindung yakni santo dan santa dalam Gereja. Jadi nama leluhurku adalah Tanebet. Nama ini diambil dari nama almarhum ibuku, Maria Tanebet.
2.      Latar Belakang dan Situasi Keluarga
            Nama ayahku Benediktus Siki, ia dilahirkan di Tes pada 11Juli 1954 dan nama ibuku Maria Tanebet. Ia meninggal dunia pada 7 Maret 1997 ketika itu aku berusia tiga tahun. Lalu setahun kemudian, ayahku mempersunting seorang janda namanya Yosefina Kono. Dari pernikahan mereka ini, keduanya dianugerahi tiga orang anak, satu putera namanya Karolus Siki dilahirkan tahun 1997, dan dua puteri, Maria Imelda Siki dan Oktaviana Siki. Ibu Yosefina Kono tidak dianugerahi umur panjang. Ia kemudian meninggal dunia pada 23 Februari 2004. Beberapa bulan kemudian, ayahku mempersunting ibu Agustina Suni, asal Haumeni, TTU dari pernikahan mereka dianugerahi tiga orang anak. Yang sulung adalah laki-laki, namanya Fransiskus Gabriel Manek Siki dilahirkan pada  3 Oktober 2005 lalu yang kedua namanya Paulina De Fatima Siki dilahirkan pada 7 Desember 2008 kemudian yang ketiga namanya Julio Claret Siki  dilahirkan pada 2 Juli 2016. Ayahku seorang petani ladang. Penghasilannya pas-pasan.  Ayahku seorang pekerja ulet. Ia menghabiskan masa mudanya di Oekusi, Timor Timur. Tipe ayah seorang yang keras dan tegas ia tidak segan-segan memukul kami baik anak maupun ibu.
Pada masa muda Ayah, ia bergabung dengan HANSIP TTU. Pada operasi Timor-Timur 1975, ayah mendapat undangan untuk turut mengambil bagian dalam operasi akan tetapi keluargaku melarangnya. Ibuku sangat khawatir dan tidak mengijinkanya ke Timor-Timur. Pada september 1999 ketika hasil referendum diumumkan, ayah bersama rombongan Pasukan Besi Merah Putih menuju Oekusi untuk mengadakan operasi militer. Operasi tersebut berlangsung selama sebulan sejak Agustus- September 1999. Syukur kepada Allah, ayah mampu bertahan di tengah situasi perang Timor-Timur, ketika pasukan PBB mengambil alih seluruh Timor-Timur, ayah bersama pasukan ditarik ke Indonsia dan sejak saat itu, hingga hari ini ayah tidak pernah menginjakkan kakinya di Oekusi, Timor Leste. Aku dibina dan dididik secara tegas dan keras. Aku secara pribadi sempat berpikir bagaimana bisa menjauh dari sikap ayah yang sungguh keras ini.
Ketika ibu menginggal pada 1997, Aku menghabiskan masa kecilku bersama Oma Paulina Neno, ibunda tercinta ayahku. Ke manapun oma pergi, aku selalu ikut. Selain ke Oekusi, aku juga bersama oma ke Tualeu, Insana. Jujur, aku hingga saat ini merasa asing dengan ibu kadungku sebab aku belum mampu merekam wajah ibunda dengan jelas. Bahakan ketika oma menunjukan foto mendiang ibuku, aku tidak mengenalnya sama sekali. Tahun 2000, Pater Dami Eko, CMF ketika masih Frater,  bersama P. Miguel Celma, CMF berkunjung ke Napan untuk beberapa hari sebelum blusukan ke tempat lain. Aku secara pribadi merasa takut dengan kehadiran Pater sebab ia tinggi dan janggutnya putih serta tebal. Barangkali ini adalah pengalaman panggilanku berawal dari sini.
Aku mulai meninggalkan oma sejak tahun 1999- hingga aku memasuki dunia pendidikan. Namun kenanganku bersama oma tidak pernah terlupakan. Aku selalu bersamanya. Oma Paulina Neno meninggal pada tahun 2004 kala itu aku di SD kelas V.
3.      Relasi Keluarga Dan Lingkungan
·         Orangtua
          Aku tidak akan menguraikan secara jelas relasiku bersama ibu kandungku. Menurut kisah yang kudengar, ibu selalu membopong aku ke manapun ia pergi. Lalu ketika ayah menikah lagi, hubunganku dengan isteri kedua ayah memang ada susah dan senangnya. Aku harus jujur aku lebih banyak meraskan susahnya. Namun semua itu menjadi belal terindah. Isteri kedua ayahku meninggal dunia di tahun 2004 lalu ia menikah lagi. Relasiku berama isteri ketiga ayahkupun serupa. Aku harus hidup di tengah situasi keras dan mampu bertahan di tengah situasi itu. Aku berhasil.
          Ayahku orang yang berwatak keras. Ia disiplin. Gaya mendidiknyapu keras. Bagi anak-anak yang dimanja, mereka tidak akan bertahan lama bersama ayah. Orangtuaku sangat disiplin dalam hidup. Mereka selalu menanamkan nilai-nilai kehidupan kepadaku dan juga adik-adikku. Sebagai yang sulung, aku selalu menjadi contoh bagi adik-adik. Ayahku seorang pekerja yang ulet. Ia selalu menanamkan prinsip kerja keras dan kerja cerdas. Ibuku seorang yang tenang dan rajin bekerja. Menurut kisah yang kudengar, ibuku selalu bersamaku saat ia bekerja. Aku selalu dibopong ke manapun ia pergi. Ibuku sangat menyangiku. Namun sayang aku tidak pernah mengalamai kasih sayang yang sempurnah sebab ia pergi ke Bapa lebih awal, sewaktu aku masih balita.


·         Keluarga
          Aku mempunyai keluarga besar. Sewaktu aku masih balita aku selalu berad bersama nenek, namanya Paulina Neno. Aku  Sering bersamanya ke Oekusi  untuk mengunjungi bapa kecil di Padi Ae. Sewaktu ayah menikah lagi, aku menghabiskan masa balitaku bersama nenek Paulin. Nenek menjadi ibuku yang baik. Bahkan aku dimanja oleh nenek. Keluarga dari ibu kandungpun memberi perhatian yang sama. Ketika ayah menikah yang kedua kali, aku semakin mempunyai banyak keluarga.
·         Lingkungan Sekitar
          Aku hidup di lingkungan yang aman. Ada keterbukaan keluarga di sekitarku untuk bermain bersama anak-anak mereka dan seringkali dimarahi karena bermain kasar dengan teman-teman. Ketika aku beranjak dewasa, aku tidak lagi seperti yang dulu. Aku menjadi salah satu tulang punggung. Pergi ke sawah, ladang dan juga menjadi penggembala. Aku dikenal dengan tipe anak rajin oleh tetangga. Hingga hari ini aku memiliki kenangan tersendiri dengan lingkunganku, sehingga selalu ada haru tatkala aku kembali sebagai Frater.

·         Relasi di dunia pendidikan
Aku tidak mengalami jenjang pendidikan Paud dan TK. Juli tahun 2001, aku bersama teman-teman bergegas ke sekolah untuk pertama kalinya. Perjumpaan awal di dunia pendidikan memberi kesan tersendiri bagiku. Aku mengenal teman-teman baru, walaupun sedesa. Aku selalu bergembira dengan teman-teman. Sehabis sekolah kami lanjutkan dengan permainan daerah yang barangkali sudah punah akibat kemajuan teknologi. Teknologi yang aku kenal saat di bangku SD adalah Gimbot. Gimbot menjadi sarana perekat persahabatan. Selain itu juga ada ada permainan musiman, seperti karet, gambar, gasing, gala asing. Boy nas, Loti dan bakar benteng. Semua jenis permainan ini telah menemani persahabatanku semasa SD. Sekolah yang aku kenal pertama dalam hidup adalah SDK YAP TES sekolah ini didirikan pada 1 Juli 1930. Aku berjuang bersama teman-teman hingga tamat pada Mei 2007. Sekolah ini awalnya didirikan di Kapung Lama Tes, lalu seiring berjalannya waktu sekolah ini kemudian dipindahkan ke Napan, Perbatasan RI-RDTL.
Ketika menamatkan pendidikan dasar aku bersama teman-teman seangkatan, melanjutkan pendidikan menengah di SMP Negeri Napan Pada Juli 2007, aku aku bersama teman-teman seangkatan memasuki sekolah baru, SMP Negeri Napan, sekolah ini dibangun sejak tahun 2007 dan diresmikan pada 24 Juli 2009. Sekolah  menjadi satu ikon pendidikan di Napan. Sebelumnya mereka yang tamat SD langsung melanjutkan pendidikan di Kefamenanu ataupun di Oeana. Aku berhasil menyelesaikan pendidikan di SMP N Napan dengan memuaskan, walaupun ada beberapa teman yang tidak lulus namun pada saat angkatan kami masih diizinkan untuk ujian her. Aku menjadi alumni angkatan pertama untuk sekolah itu.
Relasi dengan teman-teman SMP tidak mengalami perubahan. Aku masih bersama dengan teman-teman seangkatan sejak masuk SD Juli 2001. Tetapi yang berbeda adalah bergabungnya teman-teman dari SDN Sainoni. Kenalan bersama teman-teman dari Sainoni sama rasanya seperti teman-teman dari Napan-Tes. Ketika memulai tahun ajaran di SMP Napan, kami memulainya tanpa gedung sendiri, kamu menumpang di gedung SDK Tes berberapa bulan. Masa orientasi Siswa dilakukan setelah satu tahun ajaran berlalu. Aku mengenal baik teman-teman seangkatan sewaktu di SMP. Berikut ini lampiran nama-nama teman angkatan pertama SMP Negeri Napan, Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten TTU;
Siswa/i Angkatan Pertama SMP Negeri Napan Tahun Ajaran 2007/2008

No.                   Nama
                            Asal
1.      Abilio Tebes
2.      Alfonsu Ligori Nule
3.      Anastasya Nono
4.      Agustinus Nono
5.      Agustinus Bene Siki
6.      Armindo Korbafo
7.      Adolfus Emanuel Taela
8.      Afridus Palbeno
9.      Baptista Lafu Elu
10.  Baptista Oki
11.  Emidoryance Kolo
12.  Fridolina Nono
13.  Fenidora Kaet
14.  Gerardus Liwu
15.  Hildegardis Riski Nono
16.  Krisantus Eko
17.  Maria De Fatima Kolo
18.  Maria Desta Eko
19.  Maria Bina Febriana Seran
20.  Maria Dosantos Elu
21.  Maksimus Siki
22.  Makarius Siki
23.  Maria Fatima Kefi
24.  Nikodemus Kolo
25.  Noviana Abi
26.  Patrisius Kolo
27.  Petrus Abi
28.  Selviana Eko
29.  Daniel Oki
30.  Stanislaus Sife
31.  Theobalda Siki
32.  Hendrikus Sila
33.  Wilfridus Nope
34.  Venansia Siki
35.  Yohanes Adrianus Siki
36.  Yunus Lopes
37.  Yustinus Ermando Eko
38.  Yoseph Abi
39.  Yoseph Timotius Kolo
40.  Yosefina Kolo
 Oekusi, Timor Leste
 Napan. TTU
Tes, TTU
Tes, TTU
Napan, TTU
Sainoni, TTU
Napan, TTU
Sainoni, TTU
Oekusi, Timor Leste
Oekusi, Timor Leste
Sainoni, TTU
Napan, TTU
Oekusi, Timor Leste
Lembata
Napan, TTU
Oekusi, Timor Leste
Oekusi, Timor Leste
Oekusi, Timor Leste
Betun, Malaka
Oekusi, Timor Leste
Napan, TTU
Tes, TTU
Banain, TTU
Tes, TTU
Sainoni, TTU
Napan, TTU
Napan, TTU
Tes, TTU
Oekusi, Timor Leste
Napan TTU
Napan, TTU
Tes, TTU
Niki-Niki, TTS
Napan, TTU
Napan, TTU
Napan, TTU
Napan, TTU
Napan, TTU
Tes, TTU
Oekusi, Timor Leste



Hingga kini, teman-teman seangkatan SMP tidak banyak yang memilih untuk melanjutkan studi di jenjang pendidikan tinggi dan Biara.
Setelah tamat, tepatnya tanggal 12 Mei 2010, aku bersama keluarga menuju Atambua untuk meresmikan rumah bapa Eman yang akan menjadi tempat tinggalku. Aku tinggal bersama bapa kecil Emanuel Noni di Atambua. Pada 16 Juni 2010, aku menuju SMA Negeri 1 Atambua untuk mengambil formulir pendaftaran. Aku mendapat nomor urut 94. Lalu pada 1-2 Juli 2010, aku bersama teman-teman mengikuti tes masuk dari jumlah yang mendaftar terdapat 13000 siswa dan hanya diterima 400 orang. Aku bersyukur pada Tuhan lantaran pada 9 Juli 2010, aku dinyatakan lulus tes masuk SMA Negeri 1 Atambua dan berada di posisi 70. Aku berjumpa dengan begitu banyak orang dari berbagai daerah di NTT. Tanggal 15-17 Juli 2010, aku mengikuti  OSPEK bersama kelompok dua, cikal bakal kelas X.2. jumlah kelas kami sebanyak 10 kelas dan aku mendapat tempat di kelas kedua.
Berikut ini nama-nama siswa-siswi Kelas X SMA Negeri 1 Atambua, tahun ajaran 2010/2011; Wali Kelas, Clara Talahatu
No.                  Nama
Asal dan Program Studi Lanjutan
1.      Amandus Sau
2.      Aprilina Koy
3.      Maryati Regi
4.      Anggelina Paru Mali
5.      Jira Fourinda Huma
6.      Mario Keys
7.      Hendrina Bouk
8.      Kanisiana Abuk Seran
9.      Since Medah
10.  Meliana Olo Mali
11.  Veby Asuk
12.  Jesika Rohan
13.  Andry Tungga
14.  Rina Pareira
15.  Yane Daniel
16.  Welmince Beti
17.  Veronika Kapunguru
18.  Linda Bere
19.  Rahel Bria
20.  Lota Soares
21.  Virgin Luan
22.  Risky Mau
23.  Filmon Lay
24.  Feri Krisantus Seran
25.  Januarius Besin
26.  Jesika Ndoen
27.  Yosep Petrus Tabesi
28.  Putera Tirta Klau
29.  Yanti Hale
30.  Johanes Hale
31.  Eka Bagaikala
32.  Herlina Leto
33.  Vira Nahak
34.  Clara Ribero
35.  Sari
36.  Metty Mesak
37.  Ferdinandus Mus Asa
38.  Ines Luisa Dethan
39.  Yohanes Adrianus Siki
TTU, IPA 3
Belu, IPA 3
Rote, IPA 3
Belu, IPA 3
Sabu, IPA 1
Belu, IPA 1
Malaka, IPA 2
Malaka, IPA 3
Rote, IPA 3
Belu, IPA 2
Belu, IPA 3
Rote, IPA 1
Rote, IPS
Timor Leste, IPS
Sumba, IPS
TTS, IPS
IPS
Malaka, IPS
Malaka, IPS
Timor Leste, IPS
Belu, IPS
Belu, IPA
Tionghoa Belu, IPS
Malaka, IPS
Belu, IPS
Rote, IPS
TTU, IPS
Malaka-Jawa, IPS
Belu, IPS
Belu, IPS
Belu, IPS
Belu, IPS
Malaka, ( Almarhuma)
Timor Leste, IPS
Belu-Jawa, IPS
Rote, IPS
Belu, IPS
Rote, Bahasa
TTU, Bahasa

 Setelah naik kelas XI, aku dengan beragama pertimbangan pribadi memutuskan untuk memilih jurusan Bahasa walaupun kurang berminat pada bahasa Inggris. Di kelas Bahasa, aku menemukan diriku bersama teman-teman yang memilih kelas Bahasa. Jumlah kelas kami satu unit. Berbeda dari kelas IPA dengan jumlah 3 unit kelas dan IPA dengan 6 unit kelas. Aku sangat merasa bahagia bersama dengan teman-teman selama dua tahun di kelas Bahasa. Ada beragama cerita, canda tawa yang kami ukir di sana tak terlupakan kisah cinta SMA bersemi di putih abu-abu tatkala aku berada di kelas ini. Kami sering melakukan perjalanan ke rumah teman-teman untuk makan bersama serta kerja tugas bersama.
Berikut ini nama siswa-siswa Kelas Bahasa tahun ajaran 2011-2013, SMANSA
No.              Nama
Asal
1.      Agustina Abuk
2.      Angelino De Jesus Marta
3.      Apolinaris Pile Nana
4.      Barnabas
5.      Bernadethe Dian Lestari Gama
6.      Brian Anthoni Hendra Ratuanak
7.      Demetriana Meo
8.      Dyana Christina Dacosta Ati
9.      Eni Felisitas Nahak
10.  Emilianus Muti
11.  Fortunatus Nestor Sakan
12.  Fransisca Correia Carvalho
13.  Graciela D.B.D Nacimento
14.  Hendrikus Manek
15.  Ignatia Sose Letto
16.  Isabela Graciela Bano
17.  Janet Paula De Jesus
18.  Jose Emilio Soares Dacrus
19.  Luzia De Carvalho
20.  Maria Gracia Astrid Bere
21.  Paulus Asa
22.  Puji Prima Yovita Aliuk
23.  Rudolfo Guters
24.  Sovia Letto
25.  Sonia Do Rego Lopes
26.  Veronika Yohana Nuwa
27.  Vonilia Wilfrida Moruk
28.  Winfrid Yulius Tae
29.  Yohanes Nofrianto Fahik
30.  Yosep Robertus Fahik
31.  Yohanes Adrianus Siki
Belu
Timor Leste-NTB
Malaka
Belu
Timor Leste
Ambon
Belu
Belu
Malaka
Malaka
TTS
Timor Leste
Timor Leste
Malaka
Belu
Malaka
Timor Leste
Timor Leste
Timor Leste
Malaka
Belu
Belu
Timor Leste
Belu
Timor Leste
Ngada-Belu
Belu
Belu
Malaka
Belu
TTU

Aku bersyukur pada 25 Mei 2013, aku boleh tersenyum lebar sebab aku dinyatakan lulus dan siap untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Harus aku akui bahwa kala aku tiba pertama aku merasa asing namun aku harus bangga sebab aku mendapat banyak sahabat di Atambua. Hingga kini aku masih menjalin komunikasi dengan taman-teman dari Atambua.
Relasi dengan perkembangan Usia
0-9 bulan; menurut Mama Lusia Kolo, aku ketika berada dalam rahim ibuku, aku tidak menunjukan tanda-tanda keanehan dalam diri. Sesekali aku menendang. Namun itu hal yang biasa bagi janin ketika masih berada dalam rahim. Aku ketika berada dalam kandungan, ibu selalu mengonsumsi makanan yang mampu diserap oleh tubuh.
0-3 tahun: pada usia 0-satu tahun. Aku bersama ibu. Ketika ibu jatuh sakit, maka pada umur 1- 3 tahun aku tinggal bersama nenek di rumah hingga aku memasuki usia sekolah. Menurut tetangga dan keluargaku, aku ketika umur-umur itu tidak mendapat asupan asi yang secukupnya dari ibu kandung. Aku hanya minum susu kaleng. Ketika aku berusia 2 tahun ibuku meninggal dan aku lalu diasuh oleh Nene Paulina Neno di Napan. Aku saat usia dua tahun, tubuhku dipenuhi kudis, bau dan takut dengan air. Akupun dipaksa untuk mandi oleh kaka sepupuku, kaka Yanti Siki. Karena aku berontak, maka aku jatuh dan melukai testaku yang kini tinggal bekas luka.
4-5 tahun: pada usia ini aku sudah mengerti, aku masih tinggal bersama nenek sementara ayah sedang bersama isterinya yang baru Mama Yosefina Kono. Aku tinggal dengan nenek dan kemanapun ia pergi selalu denganku. Aku ingat ketika usia 4 tahun aku bersama nenek ke Oekusi untuk mengunjungi keluargaku, Bapa Titus Anunu yang mana mama Joana Naheten sedang  bersalin dan melahirkan Sela Siki, Kini semester 6 di STIKes Maranatha.
Pada usia 5 tahun, aku meninggalkan rumah nenek dan mulai tinggal bersama ayah dan mama tiriku. Ibu memang keras sering memukuli aku ayahpun demikian. Pada saat aku sendiri di rumah sering dimarahi. Maklum aku masih kecil sedikit nakal. Aku ingat ketika pecah perang Timor-Timur tahu 1999 kala itu rumahku di Napan dipenuhi dengan tenda UNHCR yang sedang menampung para pengungsi. Ayahku turut dala operasi militer di Oekusi sejak Agustus-September 1999. Akupun membangun relasi dengan teman-teman asal Oekusi korban perang.
6-12 tahun: pada tahun 2000 aku berusia 6 tahun. Kala itu aku belum bersekolah. Aku bersama opa Jakobus Nao menggembalakan sapi di Huepenu, TTU. Sapi-sapi itu didatangkan dari Oekusi oleh bapa Titus Annunu saat kekacauan terjadi. Tepat pada usiaku yang ke 7 aku didaftarkan untuk memasuki SD. Aku mulai petualangan akademikku di SDK Yaperna Tes. TTU. Hingga tamat tahun 2007, aku selalu bercerah ceria bersama teman-teman yang satu SD bersamaku. Aku masih ingat ketika pertengahan tahun 2001, aku bersama teman-teman merusak pohon jati yang ditanam oleh ayahku. Ayahku marah lalu melaporkan hal ini ke sekolah dan kakak kelas SD semua dicambuk dengan rotan di halaman SD.
Pada akhir aku berada di SD kelas III, ibuku meninggal dunia. Ia meninggalkaan tiga orang anak. Melda (SMA kelas III), Via ( SMA kelas I), Karlos. Saat itu Via masih kecil. Sejak saat itu banyak tantangan yang aku dapat. Namun semuanya telah berlalu bersama sang waktu.
Pada usia 10 tahun, aku menerima komuni pertama di Kapela St Antonius Padua Tes-Napan. Dalam aturan harus menerima komuni selama sembilan kali di Pusat Paroki setelah itu di kapela sendiri. Aku bersama teman-teman melakukannya dengan setia. Jarak rumah dengan paroki kurang lebih 11 KM. Semua kenangan SD telah terpatri dalam nuraniku. Aku akan selalu mengenangnya sebagai awal aku berinteraksi dengan dunia luar.
13-15 tahun: aku menamatkan pendidikan dasar di SDK Tes pada tahun 2007 dan melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri Napan. Aku dan teman-teman menjadi angkatan pertama. Relasiku agak lebih akrab sebab kami sudah saling mengenal sejak 7 tahun lalu dan aku tidak mengalami kesulitan bersama mereka. Aku sudah mengenal mereka dengan baik. Hal ini menjadikanku lebih lama bertinteraksi dengan mereka.
16-18 tahun:  setamat SMP aku menuju atambua. Pada usia ke 16-18 aku sudah bersama teman-teman asal Belu dan aku mengalami kesulitan sebab tak seorang pun yang aku kenal sewaktu di minggu awal sekolah. Menjelang beberapa bulan kemudian aku mulai mengenal banyak teman yang datang dari berbagai suku agama dan bahsa. Semuanya membuatku semakin mencintai keberagaman. Aku bersahabat dengan siapa saja saat usia ini. Semua kenangan ini mengajarkan aku tentang arti sebuah persahabatan. Di masa ini aku menemukan siapa diriku dan orang-orang di sekitarku. Pada usia ini aku sudah disibukkan dengan pilihan universitas yang akan aku masukki. Pada Oktober 2012 aku mengikuti tes masuk Claret dan aku lulus. Lalu orangtuaku memberi pilihan apakah aku harus melanjutkan studi ke Universitas atau masuk seminari. Akupun memutuskan untuk masuk biara sebab aku belum pernah ke Kupang. Dan ini yang menjadi motivasi awalku hingga aku memurnikan motivasiku. Berkaitan dengan teman-teman, aku didukung untuk masuk biara. Dan dukungan itu sangat membantuku.
Setelah menamatkan pendidikan aku lalu mengikuti Come and See di Novisiat Claret Benlutu. Teman-temanku sangat bahagia ketika dalam kelasku ada dua orang yang memutuskan untuk masuk biara. Apolinaris Pile Nana memutuskan untuk masuk OFM dan kini ia sedang di Jakarta dan aku sendiri memutuskan untuk masuk Claretian dan sedang bergerak menuju tingkat IV. Ada pun temanku Ika Nuwa perna masuk biara SSpS namun ia kemudian mundur oleh alasan keluarga.

Sejarah Panggilan
Ø  Tes Masuk
Panggilanku untuk hidup membiara rupanya dimulai sejak kunjungan Pater Miguel Celma CMF pada tahun 2000. Kala itu P. Dami CMF masih frater. Ketika aku berada di kelas IV SD, ayahku mengajak aku untuk masuk seminari menengah setelah tamat SMP. Akan tetapi aku belum tahu dan sadar akan apa itu seminari atau paling kurang tentang panggilan membiara. Dalam pikiranku di muka bumi ini hanya ada SVD. Sebab aku sudah terbiasa dengan SVD sejak kecil. Setelah tamat SMP, cita-cita yang diinginkan oleh orangtua tidak terwujud dan aku menuju Atambua untuk melanjutkan pendidikan menengah atas.
Ketika bulan Oktober tahun 2012,  SMA N 1 Atambua mendapat kunjungan dari promotor panggilan Claretian. Kala itu yang memberi arahan di kelasku adalah Toper Kristo, CMF kini sudah menjadi pastor. Setalah mendapat satu dua gambaran tenang kehidupan membiara, aku dan teman-teman sekelas memutuskan untuk mengikuti ujian tes masuk pada keesokan harinya. Jumlah kami sekitar 15 orang yang mengikuti tes masuk di gedung laboratorium Kimia.
Beberapa bulan setelah tes tepatnya Desember 2012, tiga surat undangan lulusan ditembukan ke SMA Negeri 1 Atambua. Hanya dua yang tembus hingga ke SMA sementara surat yang aku miliki sudah disimpan di rumah sebab kala itu P. Dami sedang berada di Kupang dan ia mencek nama-nama yang lulus dari Belu lalu ia menemukan namaku dan ia segera menelpon ke Atambua perihal pemilik nama Yohanes Adrianus Siki. Akhirnya Bapa Eman memberi jawaban bahwa itu nama panjang dari Jondry Siki.


Ø  Come and See
Aku pun diberi waktu untuk memilih dan pilihan mereka agar aku melanjutkan perkuliahan di UNIMOR untuk mengambil Prodi FKIP Bahasa Inggris. Kala itu aku kurang berminat pada Bahasa Inggris sehingga aku memutuskan untuk masuk seminari. Memang aku memiliki motivasi yang kurang murni sebab aku ingin melihat Kupang dan jika kuliah di UNIMOR maka aku hanya akan tinggal di Kefamenanu. Akhrinya dua hari setelah mendengar pengumuman lulus tanggal 27 Mei 2013 aku aku dijemput oleh P. Valens Agino CMF dan TOPER Kristo CMF, bersama teman-teman asal Atambua dan Malaka yakni Gabby Klau dan Nando menju Benlutu untuk mengikuti kegiatan Come And See selama beberapa hari mulai dari 27-30 Mei. Berikut ini nama-nama yang mengikuti Come and see di Novisiat Benlutu;
1.      Aloysius Yanuarius Seran ( keluar Aspiran)
2.      Andreas Gooten Seran ( keluar saat tingkat III)
3.      Emilianus Dunga Koten ( Tingkat III Jogja)
4.      Gabriel Dion Klau ( Tingkat III SHM)
5.      Yohanes Adrianus Siki ( Aku sendiri)
6.      Yohanes Fernando Leki ( keluar Aspiran)
7.      Yohanes Paulus Harryanto Maria Djara ( keluar postulan)
8.      Yosep Kornelius Samara ( tidak masuk PNC)
Pada saat tiba di Benlutu, aku dan teman-teman diterima oleh P. Seles, CMF, P. Romy, CMF P. Valen Laga Ola CMF dan langsung diadakan misa kudus di rumah retret bersama para suster MC. Kami semua mendapat penjelasan mengenai aturan dan jadwal hidup membiara dari P. Ens, CMF selain itu juga tentang jenjang formasi Claretian sebagai berikut;
Ø  Tahun I : Aspiran
Ø  Tahun II: Postulan ( di PNC, Kupang)
Ø  Tahun III: Novisiat (Benlutu, TTS)
Ø  Tahun IV-VII: Filasafat ( Kupang UNIKA) dan Jogjakarta ( Sanata Dharma), luar negeri di 67 negara.
Ø  Tahun VIII: Tahun Orientasi Pastoral ( Dalam dan Luar Negeri)
Ø  Tahun ke IX-X: Teologi (FTW Jogjakarta, Seminari Tinggi St Mikhael, Kupang dan Luar Negeri)
Ø  Setelah teologi Kaul Kekal, Tahbis Diakon dan Imam.
Lalu dalam perjuampaan itu juga dibahas tentang biaya selama pendidikan sebagai berikut;
o   Masa Aspiran; Rp. 2000.000/tahun
o   Masa Postulan; Rp. 2000.000/tahun
o   Masa Novisiat; Rp. 1000.000
o   Vaksin Hepatitis; Rp 150.000
Total biaya selama di masa formasi sebesar Rp. 5.150.000
Pada 7 Juni 2013, aku, Gabby, dan Nando menuju Rumah Sakit SSpS Halilulik untuk mengikuti tes hepatitis  sebelum ke Kupang. Syukur kepada Allah, aku dan teman-teman dinyatakan sehat oleh suster dan boleh mengikuti jalan panggilan Tuhan.

·         Pra Novisiat Claret, Kupang
Pada 9-11 Juli 2013, aku meninggalkan Atambua menuju Napan untuk membakar lilin di kuburan mama. Tanggal 13 Juli 2013, aku diantar oleh keluarga menuju Kupang dan sempat menginap di rumah Kaka Viktor Eko di Maulafa. Keesokan harinya, aku diantar oleh keluarga menuju Penfui pada pukul 11:00. Aku diantar oleh Bapa Bene, Bapa Eman, Bapa Kandi kaka Santus, Om Anton, serta adik France Siki. Ketika tiba di Pra Novisiat Claret, kami diterima oleh P. Xiku CMF dan P. Sipri Asa, CMF, kami diajak melihat gedung-gedung yang ada di sekitar PNC.
Aspiran
Malam sebelum aku diantar, aku dinasehati oleh orang tuaku untuk melaju terus dalam panggilan ini. Ketika jalan sudah buntu apa boleh buat semuanya adalah kehendak Tuhan. Akupun mulai mengenal teman-temanku dari berbagai daerah.  Pada 24 Juli 2013, kami para calon aspiran secara resmi diterima oleh kominitas PNC melalui perayaan ekaristi bersama. Berikut ini nama-nama Aspiran tahun 2013;
1.      Kristoforus San ( keluar Aspiran)
2.      Engelbertus Seran ( Tingkat III, SHM)
3.      Oswaldus Breok Namang ( Keluar Novis)
4.      Laurensius Falentinus Nitit (keluar Aspiran)
5.      Paskalis Suba ( Tingkat II SHM)
6.      Lambertus Mewang Sogen (Keluar Aspiran)
7.      Laurensius Wura Lamuri ( Tingkat III Jogja)
8.      Yanuarius Harison Djawa ( keluar Postulan)
9.      Albinus Boleng Lonek ( Tingkat II, SHM)
10.  Teofilus Sang Magur ( keluar Postulan)
11.  Fridus Dhewa ( keluar Aspiran)
12.  Ifantus Manda ( keluar postulan)
13.  Yohanes Lado (keluar Aspiran)
14.  Marianus Yosef Lali ( keluar Novis)
15.  Dominikus Evenroy Gultom ( Tingkat III, SHM)
16.  Ponsianus Ladung ( Tingkat III, SHM)
17.  Wensislau Sefryadi Tengko ( keluar Aspiran)
18.  Petrus Deverona Langging (keluar postulan)
19.  Marselinus Celino (keluar aspiran)
20.  Aloysius Yanuarius Seran ( keluar Aspiran)
21.  Andreas Gooten Seran ( keluar saat tingkat III)
22.  Emilianus Dunga Koten ( Tingkat III Jogja)
23.  Gabriel Dion Klau ( Tingkat III SHM)
24.  Yohanes Adrianus Siki ( Tingkat III, SHM)
25.  Yohanes Fernando Leki ( keluar Aspiran)
26.  Yohanes Paulus Harryanto Maria Djara ( keluar postulan)
27.  Emili Michael Tjung ( keluar Postulan)
28.  Petrus Pit Duka Karwayu ( Tingkat III, Jogja)
29.  Isno Soro Making ( keluar aspiran ).
Live In dan Liburan Aspiran
Masa liburan aspiran hampir tiba, kami semua anggota PNC sibuk untuk mengadakan live in sebelum terus ke kampung halaman. Ketika aku Aspiran, kami mengadakan Live in di Parok St Yohanes Baptista Besikama. Kami menginggalkan PNC pada 4 Juni 2014. Setibanya di sana kami disambut dengan Hase Hawaka oleh tetua adat di Besikama. Kami pun dibagi dalam berapa kelompok umat basis, aku mendat rumah di Bateti Weliman Balu tepatnya rumah Mama Lin. Kami mengadakan Live In selama satu minggu. Pada tanggal 5 Juni 2014, hari kedua. Setelah bangun pagi kami bergegas menuju kapela untuk mengikuti misa pagi. Setelah misa aku kembali ke rumah untuk makan pagi lalu menuju sekolah untuk berkatekese bersama adik-adik SD Bateti. Kesulitan yang aku alami adalah penggunaan bahasa. Aku tidak terlalu mengerti bahas Tetum Terik sehingga aku hanya menggunakan bahasa Indonesia dan mayoritas dari mereka tidak mampu berbahasa Indonesia. Dengan bernyanyi dan bercerta banyak anak SD merasa terhibur.
Pada sore hari kami kembali berkumpul untuk olah raga bersama umat. Para Aspiran dan Postulan melawan umat dalam pertandingan Bola Voli, skor 2:1 dimenangkan oleh para PNC. Lantas pada malam hari kami berkatekese di KUB masing-masing. Aku bersama teman-teman mendalami iman dan berbagi kisah berdasarkan isi Kitab Suci. Roh Kudus menuntun kami sehingga tidak terjadi kesesatan sebab di KUB Weliman Balu, semuanya Aspiran. Kamipun melakukan kerja bakti bersama Siswa-siswi SD memindahkan tumpukkan pasir dan batu di halaman kapela. Pada tanggal 7 Juni 2014,  pada malam harinya diadakan malam kesenian dan budaya. Aku secara pribadi sangat menikmati situasi malam itu, bagaimana anak-anak SD begitu bersemangat dalam membawa acara yang telah mereka persiapkan selama beberapa minggu.
Pada tanggal 8 Juni 2014, pagi itu aku bersama teman-teman menuju Pusat Paroki Yohanes Baptista Besikama untuk menanggung koor. Kondisi jalan saat itu masih berlubang sehingga kami harus hati-hati melewati jalan itu. Perayaan ekaristi sempat ditunda beberapa menit sebab hujan lebat mengguyur Besikama. Setelah koor di paroki kami lalu melanjutkan koor di Kapela. Misa di kapela tersa khusuk tatkala banyak orang yang sangat terlihat aktif dalam perayaan itu. Pada malam harinya, aku bersama teman-teman di Aspiran bersama umat Bateti mengadakan ibadat perpisahan. Dalam ibadat itu kami semua mempersembahkan doa umat dalam berbagai bahasa. Setelah ibadat kami lanjutkan dengan acara penyerahan patung Bunda Maria kepada ketua KUB. Malam itu menjadi malam terakhir dan kami tebe dan joget hingga larut malam.
Pada tanggal 9 Juni 2014, Aku kaka Lius Kiik dan Kaka John menggunakan mikrolet menuju Atambua. Sementara para Frater yang akan menuju TTU, Kupang dan Flores kembali berkumpul di Kapela untuk bersiap-siap menumpang Bis. Ada banyak perubahan kecil di Atambua. Namun perubahan itu tidak harus mengubah keputusanku memilih jalan panggilan ini.
Pada tanggal 14 Juni 2014, aku menuju SMA Negeri 1 Atambua untuk mengambil SKHU setelah melihat keadaan SMA akupun menuju rumah Bapa Kandi untuk berbagi kisah pengalaman hidup membiara. Keesokkan harinya kami menuju Wedomu untuk mengambil padi. Tetapi syukurlah aku setelah makan malam kembali ke Gerbades sebab Bapa Eman telah menelponku. Saat tiba aku basah kuyup sebab hari itu aku berulangtahu yang ke 20 tahun.
Pada tanggal 3 Juli 2014, aku menuju kampung halaman di Napan. Situasi ketia aku berada di kampung halaman saat liburan terasa beda. Aku yang dulu tidak lagi diingat aku menjadi yang sekarang. Aku bahagia melihat tetangga dan orangtua keluarga bahagia atas jalan yang aku pilih ini. Saat aku berada di masa liburan, pergerakanku tidak lagi seperti sebelum aku masuk ke dalam seminari. Masa aspiran menjadi satu situasi di mana aku harus menyesuakan diri dengan lingkungan baru. Aku membawa satu keharuman tersendiri di kampung halaman. Aku selalu bahagia tatkala melihat keluargaku bahagia. Masa liburan aspiranku menjadi satu kenangan tersendiri dalam menjalani panggilan hidupku ini.
Pada tanggal 8 Juli 2014 aku meninggalkan Napan bersama Melda adikku untuk melanjutkan studi di Oenopu. Aku berada di Oenopu selama empat hari hingga tanggal 12 Juli. Pada sore harinya Melda langsung didaftarkan di SMP Oenupu. Pada tanggal 9 Juli 2014, aku bersama para pastor mengikuti Pemilu Presiden di Nurobo. Aku mendapat kesempatan untuk coblos dan pilihanku adalah Jokowi-JK no. Urut 2. Memang aku sempat berdebat dengan KPPS lalu akupun diizinkan untuk memilih. Masa liburanku hampir selesai. Aku berada di Napan dan meminta doa dari keluarga dan leluhur untuk perjalanan panggilanku.
Pada masa aspiran semester pertama aku diformat oleh P. Valens Agino, CMF dan pada semseter II formator diambil alih oleh Pater Dody Sasi, CMF yang kala itu masih berstatus Kaul Kekal. Kedua formator ini sangat berjasa dalam pembentukkanku di tahun awal. Aku sangat menikmati panggilan baruku di dunia formasi. Ketika P Valens, CMF mengatakan untuk melanjutkan studi ke Salamanca, ia berpesan bahwa suatu saat aku menyelesaikan studiku, kamu sudah berada di jenjang filosofan tingkat III dan pernyataan itu benar. Ketika beliau kembali aku sudah berada pada jenjang filosofan tingkat III.




Postulan
Pada tanggal 18 Juli 2014, aku kembali ke PNC untuk memulai masa yang baru yakni siap memasuki jenjang postulantat. Aku diantar oleh tetanggaku Om Mollo, seorang Protestan yang taat. Pada 13 Agustus 2014, kami diterima secara resmi menjadi postulan. Jumlah kami 19 orang yang tembus postulan. Pada masa ini aku dibentuk untuk siap memasuki pada Noviasiat. Bersama P. Dodi Sasi, CMF, ada banyak kisah yang aku alami bersamanya. Diperintahkan untuk meditasi tatkala kedapatan kumpul di kamar teman. Pengalaman-pengalaman ini mengajarkanku untuk hidup lebih tertib.
Pada tanggal 2-4 Agustus 2014, aku mengikuti retret penerimaan Postulan. Tema retretnya adalah Spiritualitas Postulansi. Pada kesempatan ini aku diminta untuk mengumpulkan kembali semua pengalamanku dan aku bawakan dalam doa sebelum aku memasuki masa postulant. Pada tanggal 5-12 Agustus 2014 kami mengadakan English Camp dan banyak permainan yang kami dapat dan menjadi kesempatan untuk memperkokoh bahasa Inggris.
Pada 13 Agustus 2014 bertepatan dengan hari Raya Para Martir Barbastro maka kami para calon Postulan diterima secara definitif. Aku telah menjadi postulan dan kenangan ini takkan aku lupakan dalam hidupku. Pengalaman panggilanku di Postulan tidak akan aku kisahkan semuanya dalam karya ini. Aku mengenang perjalanan ini dalam iman harap dan kasih.
LIVE IN dan LIBURAN POSTULAN
Masa postulanku diakhiri dengan Live In di Kuaputu, Kabupaten Kupang dimulai pada tanggal 3- 7 Juni 2015. Aku menginap di KUB St Yosep dan tinggal di rumah bapa Yosef Taneno Funan. Selama empat hari di Kuaputu, aku sangat bergembira sebab berada di tengah umat yang sederhana. Pada akhir Live in ada komuni pertama di Kapela dan kami para frater mengambil bagian dalam euforia tersebut.
Pada tanggal 10 Juni 2015, aku menuju Atambua untuk memulai masa liburanku bersama keluarga. Aku sangat bahagia sebab di sana aku kembali bersua dengan teman-teman lama terlebih dengan temanku Fr Pile Nana OFM di Gereja Katedral Atambua. Pada saat menjelang akhir liburanku aku menyempatkan diri untuk singgah di Paroki Nurobo, di sana aku menjumpai 22 calon yang akan dibagi ke dalam kongregasi. Pada tanggal 29 Juni 2015 aku kembali ke Kupang untuk mempersiapkan diri masuk ke Novisiat Claretian Benlutu.
Masa Novisiat Claretian Benlutu
Tanggal 1 Juli 2015 aku bersama keenambelas teman yang lulus ke Novisiat bergerak menuju ke Benlutu. Kami disambut dengan Natoni oleh Fr Yan Mau dan disaksikan oleh Siswa-Siswi SMK 2 Belu. Pada sore harinya kami lanjutkan dengan retret yang dipimpin oleh P. Miguel Lemos, CMF. Tema retret yang kami renungkan selama seminggu adalah; “ Panggilan Allah dan Jawaban manusia” ( Mt 4: 18-23).
Pada tanggal 6 Juli setelah retret kami melakukan hijrah kamar dari rumah retret menuju ke Gedung Novisiat dan aku mendapat kamar C.12 tepat di di kamar yang digunakan oleh Br Xiku, CMF. Pada tanggal 10 Juli 2015 terjadi tahbisan di Kupang lima diakon ditahbiskan menjadi imam di Lapangan PNC, yakin Diakon Anton Moruk, CMF, Diakon Valentinus CMF, Diakon Norbert, CMF Diakon Ory, CMF dan Diakon Urbanus, CMF.
Tanggal 15 Juli 2015, aku bersama kelima belas teman yang lain dikukuhkan menjadi seorang novis dalam kongregasi Claretian. Pada hari yang sama kami juga menahbiskan Kapela rumah retret. Aku sungguh bahagia sebab pada hari itu aku telah menjadi keluarga besar religius dan juga anggota Kongregasi.
Pada tanggal 16 Juli 2015, kami para novis menanggung koor untuk Kaul Pertama di Paroki St Vinsensius A Paulo Benlutu. Hari itu menjadi hari yang membahagiakan bagi ketujubelas profes baru dalam kongregasi. Proficiat untuk perjuanganmu ini. Semua yang aku alami menjadi satu motivasi agar aku terus bersemangat dalam menjalani panggilan kudus ini. Selama satu tahun aku bergumul dengan diri dan panggilanku.
Pada tanggal 3 Februari 2016, kisah pilu menimpa angkatan kami. Sebanyak lima orang dikeluarkan di Novisiat. Tiganya kini berada di kampung halaman dan dua orang kembali dan diterima lagi dalam kongregasi. Kisah ini menjadi yang pertama dalam sejarah novisiat.
Kaul Pertama
Pada tanggal 15 Juli 2016, kami menanggung koor untuk penyambutan para novis baru di kapela novisiat. Pada tanggal 16 Juli 2016, aku bersama kesepuluh temanku mengikrarkan kaul pertama di hadapan umat dan Allah. Kebahagiaan hari itu menjadi satu kebahagiaan yang tak tergantikan. Dengan disaksikan oleh keluarga dan sahabat kenalan, kami dengan langkah pasti berarak menuju altar untuk menggunakan pakaian kebesaran. Pada kesempatan itu, aku mewakili teman-teman menyampaikan sambutan singkat di hadapan umat dan keluarga. Akupun mengibaratkan kesebelasan kelompok kami sebagai sebuah tim sepak bolah yang sedang memulai pertandingan bukan untuk memperbutkan Piala Eropa sebagaimana yang dilakukan oleh Portugal dan juga Piala Champion oleh Real Madrid tetapi keseblasan kami ingin berjuang mengangkat piala Tubuh dan darah Kristus.
SHM, Kupang
Pada tanggal tanggal 17 Juli 2016, aku bersama teman-teman kembali ke Kupang untuk memulaih ziarah panggilan selanjutnya. Kami diterima oleh teman-teman tingkat III SHM dan diinisiasi menjadi anggota skolastikat Hati Maria. Di SHM petualangan akademikku dimulai, aku mulai mengikuti perkuliahan di fakultas Filsafat Unwira. Ada banyak hal yang aku peroleh dari ziarah akademikku di sini. Kerasulan setiap hari minggu menjadi satu kesempatan untuk membaharui panggilanku. Aku pada tingkat I hanya berada di SHM, sesekali ke Lasiana dan Koldoki.
Panggilan yang aku jalani hari ini bukan tanpa soal. Aku harus berhadapan dengan situasi dan kondisi ketka berada bersama teman-teman dari komunitas lain. Aku baru sadar bahwa rupanya setiap pribadi memiliki semangat yang berbeda. Aku ingat satu hal yang tidak dapat dipahami oleh orang awam tentang hidup akademi di fakultas ini. Namun aku secara pribadi merasa harus terima kenyataan ini. Budaya contek memang sudah mengakar. Dan budaya kantukpun tak terhindarkan. Aku melihat ada relasi antar budaya contek dan budaya kantuk. Aku pada akhrinya berkesimpulan bahwa orang atau frater yang mencontek saat ujian mengandaikan selama proses perkuliahan ia tidur atau kantuk. Nah, aku pun menemukan satu relasi baru dalam budaya kantuk ini dengan kebiasaan tidur malam terlambat. Nah satu hal yang membuat orang merasa kantuk dalam kelas karena ia sendiri barangkali fokus dengan dunia maya atau keluar malam tanpa sepengetahuan pembina. Sehingga aku pun tiba pada satu keyakinan bahwa budaya contek ini dimulai karene tidak adanya manejemen diri yang baik soal waktu.
Demikian sekilas perjalanan panggilanku hingga hari ini. Aku sedang menujua usia perakku. Aku ingin lebih serius lagi untuk menekuni jalan panggilan ini. Banyak orang mengharapkan yang terbaik dariku namun aku mengatakan bahwa akupun manusia yang lemah. namun melalui teman-teman, sahabat kenalan dan keluarga, aku semakin teguh dalam panggilan ini. Semua orang memiliki cita-cita ingin mencicipi hidup membiara namun tidak diberikan kesempatan oleh Tuhan. Jadi aku sangat bersyukur tergolong orang yang mendapat berkat dari Allah.






Post a Comment

0 Comments