Di Timor bagian Barat sebelum kedatangan bangsa Eropa, hanya terdapat dua bahasa besar yakni Dawan dan Helong. Bahasa Dawan ( uab meto) mendominasi hampir seluruh bagian barat pulau Timor yang membentang dari Manlea (Malaka) hingga Kupang Barat. Artinya uab meto dipakai di 6 kabupaten di Timor barat. Sedangkan bahasa Helong dituturkan di beberapa kantong kecil wilayah Kupang yang akhirnya menyebar ke pulau Semau oleh karena ekspansi Liurai Sonbai.
Pada tahun 1515, para pedagang Portugis berlabuh di Lifau Oekusi, saat itu baru perkenalan awal sambil mempelajari Medan dan situasi di Timor. Setelah sekian lama mempelajari kondisi Timor dan sambil berdagang, maka pada tahun 1555, para pedagang menginformasikan kepada pimpinan gereja di Portugal tentang minat orang pribumi Timor untuk dibaptis menjadi Katolik sehingga diutuslah dua orang misionaris DOMINIKAN ke Timor P. Antonio Taveira, OP dan P. Antonio da Crus, OP.
Misi Gereja pun menyebar ke pulau Rote dan Sabu pada tahun 1559. Pada tanggal 17 Januari 1613, benteng Solor direbut VOC. Misi di Rote-Sabu ditinggalkan beberapa tahun, hingga pada tahun 1627, seorang imam Jesuit seorang imam kembali ke Rote dan Sabu. Meskipun di catatan sejarah Gereja Protestan di NTT menetapkan tahun 1612 sebagai tahun masuknya protestan di Kupang, sebenarnya itu merujuk pada kemenangan VOC atas Portugis di Kupang dan Solor.
Pada tahun 1665 untuk pertama kalinya orang Timor menerima Kristen Protestan oleh beberapa pendeta yang datang bersama VOC. Lalu penyebaran Zending ke Rote pada tahun 1730, di pulau Sabu pada tahun 1750. Lantas pada tahun1735, VOC mengirim seorang guru Agama dari Ambon yang bernama Hendrik Mendriks untuk memperkuat iman Kristen Protestan di Timor, Rote dan Sabu.
Pada saat Hendrik Mendriks mengajar di Timor, Rote-Sabu, bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Melayu, dialeg Ambon atau yang kita kenal Melayu Ambon. Di samping penggunaan bahasa daerah, para pengajar memperkenalkan bahasa Belanda dan Melayu yang sangat populer di kalangan para pedagang di Maluku.
Setelah mendapat para peserta didik yang cerdas dari Timor, Rote dan Sabu, maka diutuslah mereka untuk belajar di Ambon agar bisa menjadi guru dan pendeta. Lagi-lagi bahasa Melayu Ambon menjadi bahasa pengantar yang diminati daripada bahasa Belanda yang sulit. Sekembalinya mereka dari Ambon, guru-guru dan pendeta mengajar dan berkhotbah dalam bahasa Melayu Ambon. Sejak saat itu, pengaruh Melayu Ambon meluas di Timor dan Rote.
Memasuki masa-masa kemerdekaan, penutur bahasa Melayu Ambon di Kupang semakin banyak hingga pada akhirnya, orang-orang Kupang menyadari bahwa ada beberapa dialek yang mereka gunakan berbeda dengan dialek Melayu Ambon. Sehingga sejak saat itu bahasa yang dituturkan di Kupang disebut dengan nama Melayu Kupang bukan lagi Melayu Ambon.
Demikian sepenggal sejarah singkat Bahasa Melayu Kupang. Hingga saat ini penuturnya hampir mencapai jutaan orang yang berada di Kota Kupang, Kabupaten Kupang, TTS & Rote.
Sebagai tambahan, kosakata dalam Bahasa Melayu Kupang merupakan percampuran bahasa Melayu Ambon (asalnya), Bahasa Indonesia, Bahasa Belanda, Bahasa Inggris, Bahasa Portugis, Uab Meto, & Rote.
Sumber: Buku Sejarah Gereja Katolik Indonesia
0 Comments